Eskapis di Rumah Sakit
Yang Diinginkan Sembuh Kapada yang Sakit
di rumah sakit.
menunggui yang sakit.
jubah suster cantik
tak pernah bisa menggantikan
pikiran-pikiranmu dengan remeh-temeh muasal kita
dilahirkan hanya untuk tahu
ketidaktahuan bagaimana
sebaiknya
kesedihan itu dibunyikan.
Seperti derap langkah sepatu
suster itu?
Tak ada
orang yang ingin membikin sajak
dari suara gesekan
antara rentetan mata runcing
jarum suntik dan senyum di balik kain
masker yang dikulum.
di samping ranjang
orang-orang bersandar
pada harapan kelewat matang
seperti bubur, yang menunggu
diamalkan waktu kepada tisu
waktu itu: kamu memilh menangis
sebelum akhirnya kembali lagi
sibuk mengisi teka-teki
dengan barangkali-barangkali...
dua anak kecil. berlarian
tertawa, bertahan
dari kepungan-kepungan sunyi
sebelum langit mampu
dinamai: hari esok
yang biru seperti sendok pispot
riuh jantungmu..
menunggui yang sakit
meringkuk di kolong ranjang
terantuk-antuk
membaca buku harian
hidupmu, yang kata pengantarnya
tak pernah berani kamu tuliskan
untuk kamu bisikkan
ke tulang rawan telingamu
yang rapuh dan melengkung
seperti nasib manusia,
sirkuit yang tak memiliki garis finish
kamu yang eskapis
menyaksikan pertarungan di hari rawan.
(17 Mei 2017)
di rumah sakit.
menunggui yang sakit.
jubah suster cantik
tak pernah bisa menggantikan
pikiran-pikiranmu dengan remeh-temeh muasal kita
dilahirkan hanya untuk tahu
ketidaktahuan bagaimana
sebaiknya
kesedihan itu dibunyikan.
Seperti derap langkah sepatu
suster itu?
Tak ada
orang yang ingin membikin sajak
dari suara gesekan
antara rentetan mata runcing
jarum suntik dan senyum di balik kain
masker yang dikulum.
di samping ranjang
orang-orang bersandar
pada harapan kelewat matang
seperti bubur, yang menunggu
diamalkan waktu kepada tisu
waktu itu: kamu memilh menangis
sebelum akhirnya kembali lagi
sibuk mengisi teka-teki
dengan barangkali-barangkali...
dua anak kecil. berlarian
tertawa, bertahan
dari kepungan-kepungan sunyi
sebelum langit mampu
dinamai: hari esok
yang biru seperti sendok pispot
riuh jantungmu..
menunggui yang sakit
meringkuk di kolong ranjang
terantuk-antuk
membaca buku harian
hidupmu, yang kata pengantarnya
tak pernah berani kamu tuliskan
untuk kamu bisikkan
ke tulang rawan telingamu
yang rapuh dan melengkung
seperti nasib manusia,
sirkuit yang tak memiliki garis finish
kamu yang eskapis
menyaksikan pertarungan di hari rawan.
(17 Mei 2017)
Komentar
Posting Komentar