tag:blogger.com,1999:blog-28996982901285156412024-03-14T02:36:22.833-07:00Omah Moco ☔Buat Orang-orang di Belakang Truck
Mari Membaca
Mari Terpolusi Asap
PengetahuanOmah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.comBlogger30125tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-59119816532909602942017-10-24T08:05:00.001-07:002017-10-24T08:05:03.163-07:00Bayangan Kematian: Gao Xingjian <br />
<br />
Kau tak lagi hidup dalam bayang-bayang orang lain dan tak lagi menganggapnya sebagai musuh khayalan. Kau meninggalkan bayangan itu, berhenti berkhayal dan melamunkan hal-hal aneh, dan kini terpuruk dalam kehampaan yang damai. Kau datang ke dunia dengan telanjang, tiada yang membutuhkanmu dan andaikan kau menginginkan sesuatu, kau tak akan mampu melakukannya. Satu-satunya rasa takutmu hanyalah pada maut yang datang tiba-tiba.<br />
<br />
Kau ingat rasa takutmu pada maut berawal di masa kecil. Saat itu rasa takut itu lebih besar dari kini. Kesedihan sepele membuatmu begitu cemas, seolah-olah itu adalah penyakit tak terobati dan saat kau jatuh sakit kau akan mengigau ketakutan.<br />
<br />
Kau telah bertahan melalui berbagai penyakit dan bencana yang kau lewati dengan kemujuran. Kehidupan itu sendiri adalah keajaiban yang tak bisa dijelaskan dan hidup di dalamnya adalah perwujudan sebuah keajaiban. Tak cukupkah bahwa sesosok tubuh yang sadar bisa merasakan sakit dan senang dalam hidup ini? Apalagi yang mesti dicari?<br />
Ketakutanmu pada kematian muncul saat kau rapuh jiwa dan raga. Kau merasa sesak dan cemas, khawatir keburu mati sebelum sempat menghela napas berikutnya. Seolah-olah kau terlempar ke dasar jurang, perasaan keterpurukan ini sering muncul dalam mimpi-mimpi masa kecilmu dank au akan terbangun dengan napas terengah-engah, ketakutan. Saat itu ibumu akan membawamuke rumah sakit, namun kini, sebuah permintaan dokter untuk melakukan pemeriksaan pun kau tunda berkali-kali.<br />
<br />
Jelas sekali bagimu kehidupan berakhir dengan sendirinya dan saat akhir itu tiba rasa takutmu memudar, karena rasa takut itu sendiri adalah perwujudan kehidupan. Saat kehilangan kesadaran dan keinsyafan, hidup tiba-tiba berakhir tanpa menyisakan makna dan pemikiran.<br />
<br />
Penderitaanmu adalah pencarian makna bagimu. Saat kau mulai membincangkan arti kesejatian hidup manusia dengan teman-teman masa mudamu, kau hidup dengan susah payah, seolah-olah kini kau telah menikmati segala kesemuan hidup dank au menertawakan kesia-siaanmu dalam pencarian makna. Yang terbaik adalah mengalami keberadaan dan menjaganya.<br />
<br />
Kau merasa melihat makna hidup dalam kehampaan, cahaya samar yang muncul dari antah berantah. Ia tak berdiri di tempat tertentu di atas bumi. Ia seperti dahan pohon tanpa bayangan, sementara ufuk yang memisahkan langit dan bumi telah lenyap. Atau, ia bagaikan seekor burung di sebuah tempat berselimut salju yang memandang berkeliling. Terkadang, ia menatap ke depan, menghunjam dalam pikiranmu, walaupun tak jelas benar apa yang ia renungi. Itu hanyalah isyarat tubuh sederhana, isyarat tubuh yang indah. Keberadaan pun senyatanya adalah sebuah isyarat tubuh, mencoba mencari rasa nyaman, merentangkan lengan, menekuk lutut, berbalik, memandang ke belakang di atas relung kesadaran. Dari situ ia mampu menggapai kebahagiaan sekejap. Tragedi, komedi, dan lelucon. Penghakiman atas keindahan hidup manusia yang berbeda bagi masing-masing orang, waktu, dan tempat. Perasaan pun mungkin seperti ini. Kesedihan yang timbul di saat ini di waktu yang lain bisa jadi sebuah kekonyolan dan penyucian diri. Hanya isyarat tubuh yang tenang bisa memperpanjang hidup ini dan bersusah payah menyimpulkan misteri kekinian di saat kebebasan tercapai. Menyendiri, meneliti pendapat diri melalui kekalahan-kekalahan orang lain.<br />
<br />
Kau tak tahu apa lagi yang akan dilakuan, apa pun yang bisa kau lakukan tak penting lagi. Jika kau ingin melakukan sesuatu, lakukanlah. Tapi tak kau lakukan pun tak jadi soal. Dan kau tak perlu ngotot melakukan sesuatu jika kau merasa lapar dan haus, lebih baik kau makan dan minum. Tentu saja kau bebas berpendapat, menafsir apapun, punya keinginan, dan bahkan marah, biarpun kau telah sampai pada usia di mana tenagamu tak cukup lagi untuk marah. Secara alamiah, kau bisa naik darah, namun tanpa gairah amarah. Perasaan dan inderamu tetap bekerja, namun tak seperti dulu. Tak akan ada lagi penyesalan. Penyesalan itu sia-sia dan merusak diri.<br />
<br />
Bagimu hanyalah kehidupan yang bernilai. Kau telah melekat dan terserap padanya seolah-olah masih ada hal menakjubkanyang bisa kau temukan di dalamnya. Seolah-olah hanya kehidupan yang bisa membuatmu senang. Bukankah itu yang kau rasakan? (*)Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-4376185347546937032017-08-13T07:00:00.001-07:002017-08-13T07:00:57.677-07:00Sore dan Rasa BersalahDua orang laki-laki dewasa. Satu mengenakan kaos polos putih dan celana pendek dan di lehernya menggantung perbagai minuman pendongkrak energi, air mineral, kopi dan lain-lain lengkap dengan makanan ringan kacang dalam sebuah plastik kecil, biji jambu mete yang sudah digoreng enak dan sebagainya. Lelaki kedua, mengenakan kemeja putih berlapis jas hitam, seperti tuxedo, celana katun licin dan sepatu mengilat yang mancung di depannya.<br />
<br />
Dua lelaki sama-sama dewasa, muka mereka bengis, mungkin di balik mulutnya terselip beberapa taring, dan saya telah membuatnya muntab.<br />
<br />
Dua lelaki dewasa. Mereka marah pada saya. <br />
<br />
Dua lelaki dewasa. Mereka menuntut saya mengeluarkan isi dompet. Lelaki pertama, dia sangat sibuk dan menginginkan pergi, tapi dia juga menginginkan secangkir kopi plastiknya dikeluarkan lagi dari dalam lambung saya, jika saya tak segera membayar dagangannya. Sementara itu, lelaki kedua, saya rasa dia menginginkan dua hal dari saya: (pertama) anda di situ saja, bung. Lalu ijinkan urusan ini berjalan cepat dan ringkas: saya meng-uppercut muka anda, dan anda mimisan dan pingsan, lalu (kedua) saya janji akan segera mengambil isi dompet anda. Dan saya janji akan langsung pergi. <br />
<br />
Kerusakan ini sama sekali bukan hal sepele. Anda lihat? Saya cuma pekerja kantoran yang yah, sudra. Tingkat rendah. Saya punya bos yang menyebalkan, dan dia suka menyuruh-nyuruh saya bagai keledai tolol piarannya. Oh. Seekor keledai malang. Tapi itulah nasib saya. Bertahun-tahun. Tanpa peningkatan signifikan yang layak diperoleh sebagai keledai sungguhan, saya bertahan. Tapi kadang-kadang, saya menikmatinya. Bukan hal buruk saya pikir. Setidaknya keledai lebih baik ketimbang saya analogikan sebagai coro. <br />
<br />
Anda tahu coro kan? Posisi mereka selalu terjepit dalam keadaan kikuk. Mereka hidup di antara lubang utang-piutang. Kakak saya sendiri yang mengalaminya. Dia menutup dan menggali sendiri lubang yamg sama. Riwayatnya. Sungguh menyedihkan. Dia tergelincir seperti halnya seekor coro yang grogi saat melakukan pendaratan tiba-tiba dan mendapati dirinya tengkurap dalam posisi terbalik. Nah. Itulah hidup kakak saya. <br />
<br />
Saya sendiri kadang-kadang membantunya. Dengan menyisihkan uang gaji saya yang cukup kecil. Tapi saya melakukannya rutin. Memang itu semua saya lakukan bukan semata-mata saya ini adiknya. Melainkan dia pernah menyelamatkan krisis hidup saya. Dulu sekali. Dia yang membayar uang kuliah saya. Dan dia juga yang terus menyemangati saya supaya terus bergirlya di medan perang di permukaan bumi ini yang tak jelas juntrungannya. Jadi saya seperti membayar hutang yang tak akan pernah habis sekaligus jasa, karena dia sudah mau membuka mulutnya tanpa pernah capek untuk menasehati saya. <br />
<br />
Sementara, anda tahu, saya juga harus mencicil angsuran sepeda motor bodoh ini kepada leasing sialan itu. Sepeda motor yang baru saja anda robohkan dan saya kira kerusakannya cukup parah. Bodinya terbuat dari plastik. Jepang pintar betul menarik konsumen untuk membeli dagangannya yang rapuh dan mudah pecah ini. Tapi Jepang pasti tidak cukup bodoh, mereka memproduksi suatu barang lengkap dengan suku cadang aslinya. Yang harganya saya pikir kelewat mahal bagi ukuran saya.<br />
<br />
Nah. Sekarang anda lihat sendiri kan? Akibat kecerobohan dan sikap bodoh anda sebagai manusia yang memiliki akal, tapi mungkin anda sedang tidak menggunakannya, sehingga anda memarkir kendaraan butut anda, berjejer dengan sepeda motor saya, seolah-olah mereka dilahirkan ke dunia untuk berjodoh di bawah pohon beringin yang enak buat bereduh ini, alih-alih sepeda motor anda melukai kekasihnya, yaitu sepeda motor saya, anda secara tak sengaja merusak tatanan asmara mereka. Sehingga bodi samping sepeda motor saya pecah dan lecet sana-sini. <br />
<br />
Oh. Saya menyesali kata-kata saya barusan yang kasar dan terdengar tidak berpendidikan --padahal saya ini S2 lho! Tapi anda pasti tak asing dengan gelar yang konon bermakna "Senang dan Sukses" alih-alih suka-suka mereka diijinkan mengumpat seenaknya. Bajingan. Tengik. Dasar tak berpendidikan, kepada yang dia pikir tak berpendidikan. <br />
<br />
Maka dari itu, saya mohon, bajingan tengik, anda harus bayar ganti rugi terhadap kerusakan-kerusakan sepeda motor saya. Sekarang! <br />
<br />
Karena jika anda berniat mengindahkannya. Atau berusaha kabur. Atau menunjukkan sikap liar manusia prasejarah lainnya, betul, saya tak akan segan-segan meng-hook muka anda tujuh kali. Ini merajuk pada yang kita ketahui umumtujuh dosa utama manusia. Dan jelas, anda itu manusia. Saya bukan. Saya keledai! <br />
<br />
Karena jika anda memang benar-benar tidak mau mengganti rugi, biaya kerusakan sepeda motor saya, anda berarti secara tidak langsung, telah turut andil memusnahkan peradaban manusia. <br />
<br />
Kenapa saya ngomong begitu? Sebab seperti yang sudah saya bilang. Gaji saya kecil. Saya mesti bayar kontrakan rumah, tagihan listrik, air ledeng, makan sehari-hari, mengirim uang untuk kakak dan ibu saya di kampung, dan terakhir saya gunakan untuk mencicil angsuran sepeda motor itu, dan menyisihkan sebanyak 5% uang itu untuk menabung di bank. Dan selama mungkin saya dituntut harus bisa mempertahankan sirkulasi tersebut hingga batas waktu yang tak dapat ditentukan. <br />
<br />
Dulu saya pernah ketika sedang berjalan-jalan sendirian di sebuah area terbuka, saya menemukan sebuah tas tergeletak. Saya cek isinya buntalan uang-uang yang dibungkus dengam rapi. Isinya uang semua. Tapi saya mendadak sedih. Sebab sejauh tak pernah ada orang yang suka, yang pada akhirnya tahu bahwa itu semua hanya mimpi. <br />
<br />
Dan itu pula sebabnya saya belum-belum menikah hingga sekarang. Maka, jika anda mengabaikan urusan ganti rugi ini, itu artinya saya sendiri yang menanggung biaya kerusakan dengan uang tabungan saya yang tak seberapa, maka anda lah satu-satunya orang yang bertanggung jawab jika saya tak menikah-menikah. <br />
<br />
Saya tak menikah. Maka saya tak punya istri, anak, cucu, cicit, dan seterusnya dan coba anda bayangkan jika anak saya yang seharusnya lima, dan masing-masing dari mereka punya lima anak, dan anak-anak mereka punya lima anak, dan seterusnya, jumlah itu pasti akan sangat fantastis. 1.289.454.968 manusia. Itu memang hitung-hitung asal-asalan. Tapi kengawuran kadang-kadang tepat. Dan itu artinya, anda dan perangkat tubuh anda yang bodoh itu sudah berkomplot untuk membunuh mereka bahkan sebelum mereka dilahirkan. Pembunuhan besar-besaran. Genosida. Dan yang lebih kejam lagi anda melakukanya sendiri. Hitler tidak sekejam anda!<br />
<br />
Maka, saya mohon, anda bayar tanggung jawab anda sebagai manusia berbudi luhur. Sebab saya yakin anda pasti tak ingin kan membiarkan hal buruk menimpa orang lain. Terlebih itu karena kesalahan sepele anda. <br />
<br />
Sebab anda tahu, jika satu saja segala hal terjadi tidak sesuai urutannya maka bisa dipastikan semuanya akan kacau. <br />
<br />
"Jadi, bajingan tengik, kau harus bayar uang ganti rugi!"<br />
<br />
Saya menatap kedua lelaki itu. Napas saya pendek-pendek dan sedikit tersengal. Tapi mungkin lima detik lagi keadaannya akan berbeda. Saya tak bisa bernapas seperti ini lagi. Apa yang harus saya lakukan? Saya harus jujur. <br />
<br />
"Saya tak bawa dompet!"<br />
<br />
[AW]<br />
Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-33267415502683505482017-07-26T10:45:00.001-07:002017-07-26T10:45:11.737-07:00Menikmati yang AdaJangan bilang apa-apa<br />
Jangan menggaruk hidungmu<br />
Jangan tertarik dengan lawan bicaramu<br />
Jangan perhatian jambul anak itu<br />
yang berubah-ubah mengikuti arah angin. Seperti isi kepalanya<br />
<br />
Jangan bilang tidak enak<br />
Hentikan jika ia bicara terlalu banyak <br />
Dan apabila <br />
kau merasa sudah cukup<br />
Saat pergi.<br />
<br />
Atau duduklah di sampingku<br />
Kita bisa mengobrol banyak hal<br />
Di sekitar kita hanya ada isu <br />
Ternyata di balik punggungmu<br />
memang tak akan pernah<br />
tumbuh sepasang sayap bulu<br />
Yang mustahil membuatmu terbang<br />
<br />
Tapi kumohon jangan berteriak<br />
Tenanglah. Aku pegangi pundakmu<br />
Semua terasa berat ya? <br />
Tapi mari kita buat ini menjadi mudah <br />
Dengan mengabiskan waktu menghitung mobil-mobil<br />
Melakukan hal-hal tak berguna dan tertawa!<br />
<br />
Tapi jika kau tak suka kebisingan <br />
Kita bisa kok <br />
tinggalkan tempat ini diam-diam dalam senyap tanpa sengaja <br />
berjalan menginjak kaki orang lain. <br />
<br />
Bagaimana?<br />
Apakah kau mau duluan? Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-20577034956365402992017-06-01T01:52:00.000-07:002017-06-01T02:03:31.486-07:00Pertanyaan-pertanyaan yang Tenggelam<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-POL-ZUanThc/WS_RDImPtjI/AAAAAAAAAEk/6KiAM6TrMdIg6QL2zuPZSCCH-AFk5bS9ACLcB/s1600/pemandangan-saat-sunset-di-waduk-lhokseumawe-aceh_20150820_092523.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="393" data-original-width="700" height="179" src="https://3.bp.blogspot.com/-POL-ZUanThc/WS_RDImPtjI/AAAAAAAAAEk/6KiAM6TrMdIg6QL2zuPZSCCH-AFk5bS9ACLcB/s320/pemandangan-saat-sunset-di-waduk-lhokseumawe-aceh_20150820_092523.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt;">Di jalan, di sebuah gang kecil, sehelai
kertas berwarna putih mangkak tertiup angin. Ia terbang merendah. Lalu seolah
memilki sepasang sayap untuk hinggap, selembar kertas itu menukik lantas mendarat
di bawah kaki saya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt;"><i><br /></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt;"><i>“Kau boleh saja
memutuskan tidak menikah sampai akhir hanyat. Itu bukanlah ide buruk. Segala
kekacauan di muka bumi ini memang terjadi karena perkara sepele. Salah-salah mengingat
batas teritorial kita misalnya. Atau, jika kau ingin alasan yang lebih sepele—kalau
kau cukup bernyali—datang dan pergi ke Istana Negara tepat di hari Senin. Lalu
panjat tiang bendera yang ada di sana dan membaliknya dengan warna bendera
Polandia. Mereka mungkin akan menghargai usahamu sebagai orang gila dan sebagai
gantinya kau akan dipukuli hingga hampir mati. Dan saat itulah kau akan paham
apa yang sedang kita bicarakan.</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , serif; font-size: 12pt;"><i><br /></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i>"Orang-orang yang
memukulimu, lahir dari keluarga harmonis, tidak harmonis, dan agak harmonis
untuk ukuranmu. Akan tetapi mereka tidak paham apa yang sedang mereka lakukan
sampai-sampai setiap pagi membuatnya bangun tidur lantas mengenakan seragam
yang menuntutnya terlihat macho, yang menurutmu justru terlihat sangat konyol. </i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i><br /></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">"Baiklah. Kita sudah
melantur terlalu jauh. Sebab kita memang tak pernah diijinkan melakukan apa
yang kita mau. Sebab kita sedang bicara soal keputusanmu memilih tidak menikah.
<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i><br /></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i>"Dalam pernikahan, kau
tahu, sebaiknya membelenggu. Aktivitas buang-buang waktu dengan satu kata yang
terlampau mengerikan buat diucapkan. Yakni: komitmen. Mungkin itu alasan utama
ketakutanmu menghadapi pernikahan. <o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i><br /></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i>"Kau harus memiliki
usaha yang cukup keras untuk mengingat kata itu, ketika kau, misalnya, ingin pergi
memancing di hari libur. Berkumpul dan bersantai dengan teman-temanmu atau saat-saat kau sedang
ingin sendiri. Tidak ingin diganggu. Tapi apa tanggapamu tentang kebiasaan
buruk? Pasanganmu mungkin bisa menerima semua keburukanmu. Akan tetapi bagaimana sepuluh
atau duapuluh tahun ke depan? </i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i><br /></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i>"Saat kalian memiliki anak-anak, setelah mereka
terverivikasi sebagai anggota keluarga, anak-anak memiliki pikirannya sendiri
dan kau tak boleh mengujinya dengan berharap kasih sayang yang sama telah kau
berikan padanya sejak masih bayi. <o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i><br /></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i>"Mereka mungkin akan
memunggungimu saat kau sedang bicara, atau saat kau sedang menghadapi hari
buruk mereka justru mengunyah permen karet. Lupakan tentang gelembung. <o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i><br /></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i>"Ketakutanmu nomor dua,
biar kutebak: kau belum punya target, seorang yang mana bisa kau percaya
sebagai ibu dari anak-anakmu yang nakal, yang kelak jika ditanya apa
cita-citamu, Nak, mereka akan menjawab menjadi seorang tentara, atau polisi. Tidak pernah
mereka ingin menjadi sepertimu. Menjadi seorang Ayah. <o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i><br /></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i>"Setelah pelajaran
cinta-cinta palsu, yang kau pelajari dari pasangan-pasangan terdahulumu, kau
mugkin ingin sekali berteiak di telinga mereka. Mengatakan, “Yeah, akhirnya kau
buka juga topengmu!” Tapi itu tak pernah
kau katakan. Kau sudah berhenti mengomentari hal-hal bodoh seperti itu. Biarlah
mereka melakukan apa yang mereka mau. </i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i><br /></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i>"Orang-orang yang merasa hidupnya lebih beruntung darimu, biasanya mereka akan mendekatimu, menepuk pundakmu sekali sambil berkata enteng, “Sabar.” Seolah-olah satu kata itu bisa mengatasi seluruh masalah yang ada di muka bumi ini dengan sekali tepuk. Seolah-olah perasaan sakit hati karena patah hati, bisa diselesaikan
dengan satu kata kunci itu. </i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i> <o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i>"Sekarang alasan ketigamu,
mungkin karena kau—“ </i><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kertas itu robek.
Kalimat itu terpenggal begitu saja. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Seseorang mungkin telah
merobeknya. Seseorang, yang sebelum saya, mungkin juga telah membaca pesan itu, dan merobeknya begitu dia tahu apa yang harus dia lakukan. Dia merobek kertas
itu menjadi beberapa bagian. Lalu kertas itu terbang. Lalu bagian kecil itu mendarat ke bawah
kaki saya. Lantas saya membacanya, lantas saya melakukan apa yang dilakukan lelaki sebelum saya lakukan pada kertas itu. Yaitu: merobeknya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tapi kali ini saya merobeknya menjadi berkeping-keping, supaya kertas sialan itu tidak berkeliaran
mencari korban lagi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Saya memang, beginilah.
Setiap kali menyerahkan diri keluar rumah selalu merasa dihantui perasaan
terancam. Saya takut orang-orang melukai saya dengan pandangan pertama mata
mereka. Dengan sehelai kertas. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Setelah berhasil
merobek kertas sialan itu, saya meremas-remasnya hingga membentuk sebuah bola
kecil di tangan saya. Lalu melemparnya ke arah barat. Saya tidak tahu kenapa harus
ke arah barat. Tidak ke arah selatan atau utara atau semacamnya. Tapi saya percaya di sanalah arah matahari tenggelam. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aw | 31 Mei 2017 | <a href="http://cdn2.tstatic.net/kaltim/foto/bank/images/pemandangan-saat-sunset-di-waduk-lhokseumawe-aceh_20150820_092523.jpg" target="_blank">Ilustrasi </a></span></div>
Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-90502304514695809502017-05-20T22:39:00.001-07:002017-05-20T22:39:24.428-07:00SuaramuApa itu kau? Suaramu <br />
yang memanggil-manggil aku<br />
supaya menoleh dan berdelusi<br />
<br />
Sekali lagi. Suaramu berhembus<br />
dari dasar telingaku, yang mudah bengkok dan tuli kerasukan percik air mandi. <br />
<br />
Itu kah kau? denging pesawat yang melintas <br />
terbang bersama burung-burung <br />
di atas ribuan kaki <br />
<br />
di antara lututku yang gemetar <br />
dan kerap kau curigai <br />
sebagai penumpang ilegal<br />
<br />
dijatuhkan ke bumi, demi mencicip lumpur dan mengulang-ngulang kata ganti<br />
gagal menghapal nama jalan-jalan, yang tak pernah lolos dari mata rautan<br />
<br />
Itu pasti suaramu yang samar-samar melambai-lambai hendak mengatakan, Hati-hati di jalan ya, tapi sebelah tanganmu adalah tongkat Musa <br />
yang mampu memisahkan laut merah.<br />
<br />
Di seberang jalan, suaramu terdengar terluka. Aku apalagi.<br />
<br />
Sekejap semuanya menjadi kramat<br />
tapi kau terus memanggil-manggil supaya aku terus terserap dan menggigil <br />
<br />
di balik jaketku, kau biarkan <br />
aku terseok-seok <br />
menyebrang jalan itu.<br />
<br />
[AW]Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-89021234629574385952017-05-17T22:00:00.001-07:002017-05-17T22:00:34.150-07:00Menanti Kau yang Setengah Akusetiap kali aku merasa aku manusia setengah laki-laki dan setengah ibuku adalah perempuan pertama yang kujumpai adalah tubuhmu, di pasar malam itu, kukira inilah hari terakhir ketika aku bisa memandangmu.<br />
<br />
lebih lama, perlahan-lahan kusipitkan kuintip kau kupejamkan mataku; sebuah desa tumbuh menyerupai kota kecil, lengkap dengan liuk dan orang-orangnya yang kerdil dan saling membelah terlalu banyak hingga menambahkan kemacetan di antara sungai-sungai, rumah salin, swalayan yang menyediakan highheel agar mereka bisa berpura-pura lebih tinggi, lebih bahagia karena bisa menjadi diri mereka.<br />
<br />
keheningan kehilangan kegiatan kata-katanya mencari teman menyanyi, tertiup angin suaranya ke arah yang tak pernah mampu kita cintai dengan sepadan sebagai celoteh atau candaan kekasih. <br />
<br />
lalu kau yang ceria dan setengah bersemangat membetulkan kedurungmu, memilih kata berangkat, sekarang! sementara aku mengutus diriku untuk mengusir rasa ingin tahuku yang gelisah di balik pintu kau menemukan kunci loker di dalam tasmu. <br />
<br />
Karena hanya itu yang akan kita bolehkan terjadi. Mesti aku sangat cemas kau kehabisan waktu. <br />
<br />
[AW] Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-18182284733341578022017-05-17T08:10:00.001-07:002017-05-17T08:10:01.224-07:00Eskapis di Rumah SakitYang Diinginkan Sembuh Kapada yang Sakit<br />
di rumah sakit.<br />
<br />
menunggui yang sakit.<br />
jubah suster cantik<br />
tak pernah bisa menggantikan<br />
pikiran-pikiranmu dengan remeh-temeh muasal kita<br />
dilahirkan hanya untuk tahu<br />
ketidaktahuan bagaimana<br />
sebaiknya<br />
kesedihan itu dibunyikan.<br />
<br />
Seperti derap langkah sepatu<br />
suster itu?<br />
<br />
Tak ada<br />
orang yang ingin membikin sajak<br />
dari suara gesekan<br />
antara rentetan mata runcing<br />
jarum suntik dan senyum di balik kain<br />
masker yang dikulum.<br />
<br />
di samping ranjang<br />
orang-orang bersandar<br />
pada harapan kelewat matang<br />
seperti bubur, yang menunggu<br />
diamalkan waktu kepada tisu<br />
<br />
waktu itu: kamu memilh menangis<br />
sebelum akhirnya kembali lagi<br />
sibuk mengisi teka-teki<br />
dengan barangkali-barangkali...<br />
<br />
dua anak kecil. berlarian<br />
tertawa, bertahan<br />
dari kepungan-kepungan sunyi<br />
sebelum langit mampu<br />
dinamai: hari esok<br />
yang biru seperti sendok pispot<br />
<br />
riuh jantungmu..<br />
<br />
menunggui yang sakit<br />
meringkuk di kolong ranjang<br />
terantuk-antuk<br />
membaca buku harian<br />
hidupmu, yang kata pengantarnya<br />
tak pernah berani kamu tuliskan<br />
untuk kamu bisikkan<br />
ke tulang rawan telingamu<br />
yang rapuh dan melengkung<br />
<br />
seperti nasib manusia,<br />
sirkuit yang tak memiliki garis finish<br />
kamu yang eskapis<br />
menyaksikan pertarungan di hari rawan.<br />
<br />
(17 Mei 2017)Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-80229837069846409122017-05-12T16:08:00.000-07:002017-05-12T16:08:39.150-07:00Ia Ingin Naik KelasIa ingin naik kelas.<br />
Tapi buku yang ia baca<br />
tak dapat ia jangkau<br />
hanya bisa ia eja:<br />
<br />
"a... b... a...<br />
d...<br />
d... a...<br />
r... a...<br />
h... l...<br />
u... k...<br />
a... Ah, susah ya!"<br />
<br />
Ia terpekur,<br />
mendongakkan kepala<br />
ke kusen jendela: serbuk kayu,<br />
rayap, bekas tempias dan<br />
warna biru<br />
yang dihisap cuaca.<br />
<br />
Ia pun kembali mengeja<br />
keras-keras<br />
<br />
"Es... A...<br />
Ye... A...<br />
Es... I...<br />
A... Pe... A...<br />
Aduh, bingung--"<br />
<br />
Ia mengurut kening<br />
huruf-huruf berdengung<br />
di dalam sana seolah-olah<br />
bunyi terlempar di dinding goa<br />
<br />
"Aku ingin naik kelas," ucapnya.<br />
<br />
Seperti doa.<br />
<br />
<i>[es ha]</i>Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-28577199209029041342017-05-11T15:34:00.000-07:002017-05-11T20:31:19.006-07:00Menghentikan Pagi<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-787b8Cxv2iY/WRUsKZDV8uI/AAAAAAAAAEU/2Ft4FujQqag71vEWA80FORQqVI8g-cAugCLcB/s1600/Penyebab%2BDiare.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="177" src="https://1.bp.blogspot.com/-787b8Cxv2iY/WRUsKZDV8uI/AAAAAAAAAEU/2Ft4FujQqag71vEWA80FORQqVI8g-cAugCLcB/s320/Penyebab%2BDiare.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<a href="https://lh3.googleusercontent.com/-P-YoOZWZxAE/V3XvR_-cp7I/AAAAAAAAA4U/Z7at7uh73dUcGNXmD_qNKWgHmrx_5lnWQCCo/s673/Penyebab%2BDiare.jpg" target="_blank">Ilustrasi</a></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<br />
: <i>tentang laki-laki yang mencintai K</i><br />
<br />
Ia menghentikan pagi. Menghentikan pagi seperti<br />
<i></i>menggunting rubrik puisi pada koran akhir pekan.<br />
<br />
Ke kotak suratmu ia kirimkan. Ia kirim sejuta<br />
potret hijau dan jernih cuaca<br />
<br />
'Jadilah engkau bahagia,' ia berkata, sambil<br />
diam-diam ia tanggungkan isyarat<br />
<br />
itu lagi: tetes sisa hujan malam, di teritisan<br />
ketika terlambat matahari.<br />
<br />
<i>[Es Ha]</i>Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-41806607480620808332017-05-11T09:12:00.000-07:002017-05-11T09:12:20.260-07:00Tuhan Membuat Sore<h4 style="clear: both; text-align: left;">
<div style="text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-ZsGE6J3TmO8/WRSL3a2wiSI/AAAAAAAAAD4/TyTJJ6G2ZHQH3-oELCenu-SbCUksR1niwCLcB/s1600/silhouettes-people-worker-dusk-40723-medium.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="228" src="https://3.bp.blogspot.com/-ZsGE6J3TmO8/WRSL3a2wiSI/AAAAAAAAAD4/TyTJJ6G2ZHQH3-oELCenu-SbCUksR1niwCLcB/s320/silhouettes-people-worker-dusk-40723-medium.jpeg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<a href="http://www.globalcompact.org.uk/wp-content/uploads/2012/10/silhouettes-people-worker-dusk-40723-medium.jpeg" style="font-weight: normal;" target="_blank">Ilustrasi</a></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">Sekumpulan orang letih</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">berkemas</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">dan bergegas untuk </span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">pulang.</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">16.10</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">suara yang menikung </span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">cukup riuh, iring-iringan</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">delapan sepeda motor</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">mengagetkan,</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">meluncur pelan</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">lalu berpencar</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">Di sana, ada</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">beberapa orang masih </span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">berusaha keras</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">merampungkan angan-angan</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">memandangi batu-batu</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">batu yang tadinya kering</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">(bercakap-cakap tentang batu)</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">sekarang memerah</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">(kemudian mereka pergi) </span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">Lalu tempat itu menjadi sepi,</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">bukan kosong.</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">riuh pun kita</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">tidak akan (pernah) diizinkan</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">menikmati percakapan kayu-kayu</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">tembok-tembok</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">semen, pasir,</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">bata dan takdir.</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">Topi yang tertinggal</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">(atau sengaja ditinggal?)</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">oleh pemiliknya</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">pemilik yang sejak tadi</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">tidak berhasil </span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">menyalakan korek api</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">pada akhirnya </span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">mereka pulang: </span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">orang-orang</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">yang berusaha keras</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">untuk tabah.</span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-weight: normal;">[EB] 2017 </span></div>
</div>
</h4>
Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-10307929861615100592017-05-11T08:23:00.002-07:002017-05-11T09:25:13.279-07:00Sepotong Lanskap pada Sketsa<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-a9EzIZUJLdI/WRSP94baL7I/AAAAAAAAAEE/HiKGsbCk2_IiOcaG1NC2MwXIOlMmLUnlwCLcB/s1600/eaae58d97f6ac9757ed60536fd140ea8.gif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="230" src="https://1.bp.blogspot.com/-a9EzIZUJLdI/WRSP94baL7I/AAAAAAAAAEE/HiKGsbCk2_IiOcaG1NC2MwXIOlMmLUnlwCLcB/s320/eaae58d97f6ac9757ed60536fd140ea8.gif" width="320" /></a></div>
<br />
<i><span style="font-family: "times new roman" , "serif";">kisah buat K</span></i><br />
<br />
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Di studio:<br />
musim menahan waktu<br />
ketika malam menautkan dingin<br />
ke dinding</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Di pigura: kaki bangau<br />
tercelup danau </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;">tapi sketsa tanpa warna itu </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;">tak mengerti mengapa<br />
perempuan itu menatapnya<br />
dan terpukau</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Lihat, katanya, lihat telapak<br />
langit dan skema rasi, aku<br />
jadi ingin merontokkan bintang<br />
dan menaruhnya pada topi!</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Siapa yang mengarsir daun-<br />
daun trembesi itu, sayangku?</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Tidak tahu. Mungkin,<br />
seseorang ingin menitipkan tangis?</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Atau laki-laki majenun<br />
yang rapuh tapi tetap<br />
berjalan</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Mengapa kita jatuh cinta<br />
dengan pelan tapi cemas seperti<br />
garis-garis gerimis<br />
yang murung <br />
di bawah lampu di ujung<br />
jalan dan bangku yang dipeluk kabut</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Karena kabut membikin kita<br />
hangat dalam tandatanya.<br />
Tapi tak ada kabut pada<br />
sketsa, sayangku, katanya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Ia pun tertawa.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Dan ia, dalam kisah kecil ini,<br />
hanya menatap sketsa</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;">di dinding studio tua, terpejam<br />
berdiri</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;">Ia bayangkan<br />
ia terbawa angin santai.</span><br />
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt;"><br />
<i>[es ha] <a href="https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/originals/ea/ae/58/eaae58d97f6ac9757ed60536fd140ea8.gif" target="_blank">Ilustrasi</a></i></span></div>
Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-78892501033230095432017-05-10T11:21:00.000-07:002017-05-11T09:35:37.681-07:00Pulang Katamu?<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://4.bp.blogspot.com/-_fshSpNZTWg/WRNXvwitoKI/AAAAAAAAADo/766LZatv4ug6f6oCMscYs76QDrOWd29FwCLcB/s1600/275e46e03a1e1c4b0f0ba5dad7f120dd-90a4c3da3bf8c87b7e1bbeea335f568c.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="213" src="https://4.bp.blogspot.com/-_fshSpNZTWg/WRNXvwitoKI/AAAAAAAAADo/766LZatv4ug6f6oCMscYs76QDrOWd29FwCLcB/s320/275e46e03a1e1c4b0f0ba5dad7f120dd-90a4c3da3bf8c87b7e1bbeea335f568c.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">ilustrasi:cdn.idntimes.com</td></tr>
</tbody></table>
<div>
<br />
Saya sebenarnya ingin kabur</div>
<div>
Karena saya merasa harus kabur</div>
<div>
Tujuan saya adalah tidak boleh menengok</div>
<div>
Tapi tidak bisa.Saya merasa punya mata </div>
<div>
di belakang kepala saya, sehingga </div>
<div>
pun jika saya pergi, saya hanya akan menambah</div>
<div>
kebingungan diri saya sendiri</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Saya mempercayai mata depan saya</div>
<div>
di lain itu, saya juga mempercayai</div>
<div>
mata belakang kepala lainnya</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Mata depan akan menuntun saya ke depan</div>
<div>
sementara mata belakang </div>
<div>
memandu saya berjalan ke arah sebaliknya</div>
<div>
saling menarik-saling membisikkan</div>
<div>
Membikin saya bingung, hingga </div>
<div>
menahan langkah kaki saya berayun</div>
<div>
tak bisa kabur</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Saya berdiri di trotoar. Kadang-kadang</div>
<div>
saya ingin melihat apa yang terjadi </div>
<div>
di depan sana, namun mata belakang itu</div>
<div>
tak mau kalah membikin saya penasaran</div>
<div>
<br /></div>
<div>
ditambah kata-katamu sempat </div>
<div>
kau ucapkan pada saya tempo dulu:</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<i>"Jika kau lelah, dan </i></div>
<div>
<i>kepalamu bagai keledai yang </i></div>
<div>
<i>tak henti-hentinya menarik </i></div>
<div>
<i>gerobak barang, anak nakal, pulanglah!" </i></div>
<div>
<i><br /></i></div>
<div>
<i>Pulanglah ke dadaku. </i></div>
<div>
<i><br /></i></div>
<div>
<i>Aku ingin persilakan kau duduk</i></div>
<div>
<i>dan menarik napas.</i></div>
<div>
<i><br /></i></div>
<div>
<i>Akhir-akhir ini, aku rindu</i></div>
<div>
<i>meja dapur dua kursi</i></div>
<div>
<i>dengan kipas angin </i></div>
<div>
<i>dan kau di tengah-tengahnya</i></div>
<div>
<i><br /></i></div>
<div>
<i>Aku-sudah kusisa kan bagianmu</i></div>
<div>
<i>sepotong ikan asin </i></div>
<div>
<i>tahu goreng dan </i></div>
<div>
<i>sambal kesukaanmu</i></div>
<div>
<i><br /></i></div>
<div>
<i>Pintunya tak pernah terkunci.</i></div>
<div>
<i><br /></i></div>
<div>
<i>malam lebih panjang dari malam itu sendiri </i></div>
<div>
<i>aku selalu </i></div>
<div>
<i>diserang pertanyaan </i></div>
<div>
<i>apa yang akan kuperbuat tanpamu </i></div>
<div>
<i>aku yang salah, waktu itu</i></div>
<div>
<i><br /></i></div>
<div>
<i>Aku mencintai dua orang </i></div>
<div>
<i>sekaligus: diriku sendiri dan dirimu</i></div>
<div>
<i>dan itu terlalu banyak, </i></div>
<div>
<i>katamu. Aku tahu. Kita tak pernah ingin berbagi</i></div>
<div>
<i><br /></i></div>
<div>
<i>Tapi sekarang, aku tahu</i></div>
<div>
<i>Anak nakal, pulanglah!</i></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Saya mendengar kalimat terakhir itu</div>
<div>
jelas memanggil, </div>
<div>
"Anak nakal... Pulanglah!</div>
<div>
Sebelum kau menggigil!"</div>
<div>
<br /></div>
<div>
[AW]</div>
Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-82396056471228923212017-05-07T11:33:00.001-07:002017-05-10T10:22:48.795-07:00Jatuh Cinta<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-MTOztX96lmY/WQ9dgk0fWVI/AAAAAAAAADY/-0Oykt5n1nwMaO_5agEujqqd7ShJx-bQgCLcB/s1600/Cinta%2BDari%2BSeorang%2BLaki-laki%2BBiasa.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="198" src="https://1.bp.blogspot.com/-MTOztX96lmY/WQ9dgk0fWVI/AAAAAAAAADY/-0Oykt5n1nwMaO_5agEujqqd7ShJx-bQgCLcB/s320/Cinta%2BDari%2BSeorang%2BLaki-laki%2BBiasa.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12pt;">Kau sedang jatuh cinta. Kau tersenyum setiap
waktu. Kau bahkan tersenyum setiap itu bukan moment lucu. Ibumu, yang sedang
mengupas kulit kentang di dapur curiga anaknya mulai sinting, bertanya, “Ada
apa?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tidak ada apa-apa batinmu. Lalu kau kembali
tersenyum. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sebenarnya ibumu tahu. Karena toh, beliau pernah muda sebelum beliau tak punya kesempatan menolak tua.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Di dadamu sedang ada banyak kupu-kupu warna-warni. Yang berterbangan mengitar-ngitar di sana indah sekali. Binatang bersayap pelangi yang merentang ringan di sela-sela udara paru-paru itu. Binatang
kecil yang sudah lama sekali ingin kau temui di alam mimpimu yang kabur dan
suram. “Setelah hari-hari buruk, mimpi-mimpi buruk, dikejar-kejar anak
biawak, keponakan biawak dan paman biawak,” batinmu lagi. “Akhirnya....” Kau
kembali tersenyum lega sambil menatap udara kosong di hadapanmu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ibumu, yang sedang memasak di dapur, dengan
ekor matanya menoleh. Ke arahmu. Kau tahu itu. Tapi kau memilih tidak peduli.
Maka Ibumu dengan posisi pisau di tangan kanannya segera berteriak, meminta
laporan, “Siapa namanya?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kau ini anak baik. Dan manis. Lagi pula
Ibumu memegang pisau runcing di tangannya, itu artinya kau harus mengatakan sesuatu sebelum ibumu melakukan sesuatu. Setidaknya kau harus menoleh ke arahnya. Memutar lehermu persis seperti burung hantu. Seolah tatapan itu bisa menjelaskan dengan baik, sanggup
mengatakan yang seperti <i>pokoknya dia baik dan cantik, Bu. Jangan khawatir.</i> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i><br /></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ibumu tidak khawatir. Ibumu telah berhenti
khawatir. Beliau pernah berpesan padamu, mewanti-wanti anaknya supaya jangan
mudah menaruh harapan pada orang lain. Terlalu besar. Tidak baik, terlalu besar resikonya, lanjut beliau kala itu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tapi ibumu yakin kau bukan anak sembarang. Meski kau patut dicurigai, ibumu selalu punya alasan layak untuk mempercayimu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ini adalah hari yang indah. Ini adalah hari ketika
kau jatuh cinta setelah tahun-tahun kau berpikir bahwa orang-orang yang bekerja
sebagai motivator cinta, yang gemar mengisi telinga orang lain dengan kata-kata <i>cinta itu tak harus
memiliki</i> adalah pernyataan konyol, pikirmu. Kecuali Si Motivator mau bertanggung jawab
akan banyaknya kasus bunuh diri atas nama cinta yang tak berbalas. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kau sendiri selalu ingin berpikir, ya <i>cinta</i>, ya <i>memiliki </i>mereka harus saling berdekatan. Karena asumsimu, dua kata itu adalah saudara kandung yang tak boleh berpisah jalan. Apa gunanya kau <i>cinta
</i>tapi <i>tidak memiliki? </i>Apa jadinya
jika<i> memiliki, </i>tapi<i> </i>kau<i> sama sekali tidak dicintai! </i>Rasa-rasanya
jika dua kata itu berpisah, yang satu ke utara, sementara yang lainnya ke
selatan, bisa dianggap sebagai tanda-tanda akhir zaman. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kau sendiri sebelum hari ini, hari ketika kau
jatuh cinta, biasa melalui detik demi detik dengan mengapitkan bibirmu
rapat-rapat. Menyipitkan matamu seperti belahan resleting tertutup, yang tak pernah sanggup menyembunyikan kesepianmu di dalamnya. Atau ya
sesekali kau cuma bisa mendengus dengan poster-poster <i>kutungggu
jandamu</i> atau istilah bodoh lainnya yang sering kaulihat di belakang truck, saat kau sedang mengendarai sepeda motor. Kau sudah tidak memiliki
selera humor. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tapi memangnya sejak kapan kau punya selera
humor? Kau tak ingat. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tapi hari ini kau ingat sekali, bahwa kau
merasa memiliki selera humor yang cukup baik. Semut-semut itu. Mereka memberikan jejak jalan berupa feronom yang bisa mengundang teman-temannya. Betapa lucunya
mereka. Ibumu yang memakai daster bermotif rumah kura-kura, sebutir kentang kuning
langsat, bayang-bayang wajahmu yang memantul di ubin? Apalagi? Oh, jam dinding yang selalu kau curigai
sebagai mata-mata yang dikirm Tuhan untuk mematai-matai waktumu, lucu juga. Ada
lagi? Banyak. Karena semuanya lucu dan membuatmu tersenyum. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Di sela-sela lamunanmu, yang kau sedang duduk
memandang udara, tiba-tiba kau teringat sebuah buku yang pernah kau baca tapi
kau lupa nama judul dan pengarangnya. Tapi cerita itu begitu membekas di kepalamu.
Suatu kali Si Bos Besar menyuruh anak buahnya yang juga besar, untuk menculik Albert
Einstein untuk keperluan Si Bos yang amat penting. “Pergi dan bawa Si Tua Einstein
di hadapanku,” kata Si Bos Besar. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Anak buahnya menjawab, “Tapi, Enstein, kan...
Kenapa harus Enstein?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Atau kau mau mati?” Si Bos Besar menggeretakkan
giginya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Si Anak Buah tak bisa menolak permintaan Si Bos itu. Lagi pula dia
sedang jatuh cinta, dan jelas-jelas dia tidak ingin mati. Maka dia menurut. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Itulah yang kau dapatkan dari cerita itu. Kau
berpikir, sikap Si Anak buah betul-betul dapat diterima olehmu. Dia sedang jatuh cinta. Kau bahkan berpikir ingin membantunya dengan senang hati jika kau diberi kesempatan melakukannya. Tapi, kau harus berpikir baik-baik, karena pertama-tama yang kau lakukan adalah membuktikan lebih dulu pada ibumu bahwa kau tidak sinting.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">[AW] <a href="http://1.bp.blogspot.com/-7qBLlSCnibg/VeQF1eAvDdI/AAAAAAAAEb8/TzxTawxh78o/s1600/Cinta%2BDari%2BSeorang%2BLaki-laki%2BBiasa.jpg" target="_blank">Ilustrasi</a></span></div>
<br />Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-73892506065632597502017-05-06T15:00:00.001-07:002017-05-07T10:29:31.429-07:00Kejutan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-dm2L0bHdTy4/WQ9ZIQ1D16I/AAAAAAAAADA/HnMFgN3LLlg7CEOToZKuR9JBo22rjuZSgCLcB/s1600/bawabunga.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="231" src="https://1.bp.blogspot.com/-dm2L0bHdTy4/WQ9ZIQ1D16I/AAAAAAAAADA/HnMFgN3LLlg7CEOToZKuR9JBo22rjuZSgCLcB/s320/bawabunga.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<br />
Baru kemarin aku berkata pada diriku , aku masih Tantri yang dulu. Wanita Indonesia yang dilahirkan dari beberapa perpaduan warna. Kombinasi Arab-China-Bali dan Jawa. Berhidung mirip kakek dari Mama, bermata lebar mirip nenek dari Papa, dan mewarisi kulit pucat Mama. Namun saat bercermin, aku menyadari kini telah berubah.<br />
<br />
Di titik terendah dalam hidupku ini, ada beberapa hal telah membaik. Aku tidak lagi mendapati sahabatku menangis sesenggukan dalam pelukanku karena pengabdiannya tengah diuji. Tak banyak wanita sabar jika diabaikan. Tapi Andini tetap melakukannya. Dia berjuang menjadi menantu sekaligus istri setia. Jiwanya jauh lebih tangguh dari pada aku, kupikir itulah positifnya sahabatku Dini. <br />
<br />
Dini juga menciptakan keajaiban-keajaiban kecil di cafeku. Kami mengecatnya bersama-sama. Lalu menanam bibit-bibit lavender, sun flower dan mawar di halaman. Kadang sesekali di akhir pekan dia datang. Kami mencoba resep-resep baru, sebelum meletakkannya di daftar menu. <br />
<br />
Percayalah, aku juga sudah berhenti mengharapkan baristaku kembali. Sudah kuputuskan meski Iqbal bak Dewa dalam mitologi Yunani kuno. Dia bukan hal baik yang pernah ada di hidupku. Suatu hari dengan lancang aku membuka akun sosmednya untuk mencari kebenaran. Sungguh, mengejutkan. Begitu mengklik 'search' lalu menemukan apa saja yang sudah pernah dia akses, dunia serasa runtuh. Impianku tentang kebaikannya sudah musnah. <br />
Sial. Kurasa Dini benar, jika ingin mengecek tentang kerapian seseorang. Jangan lihat ruang tamunya, tapi kamar mandinya. Di wall sosmed Iqbal kutemukan bahasa-bahasa langit. Setelah kubuka paksa dalamnya, aku menemukan hal-hal mengerikan.<br />
Dan tak ada yang lebih buruk setelah itu. Aku sudah kehilangan dia. Dan aku tidak mungkin melapor pada polisi kalau suamiku diculik oleh tante-tante sebelah rumah. Dia sudah terlalu dewasa untuk tersesat menemukan jalan pulang. <br />
<br />
"Bu Tantri. Nutrisi buat janinnya dijaga ya, Bu. Konsumsi makanan mengandung protein, zat besi, asam folat, zink, kalsium, vitamin C dan D. Ibu juga sebaiknya tidak kekurangan cairan."<br />
<br />
"Apa kami terlihat buruk, dokter?" tanyaku, mencoba memulihkan diri dari lamunan. <br />
<br />
"Sebenarnya, saya berharap Bapak ada di sini. Maksud saya mendampingi Ibu Tantri di pemeriksaan selanjutnya."<br />
<br />
Mataku memanas. Hatiku nelangsa setengah mati. Dan Dokter Fathir, terlihat sedikit curiga dengan perubahan ekspresiku. <br />
<br />
"Apa saat besar nanti, dia harus memiliki Ayah? Apa hal-hal yang dilakukan seorang Ayah, Dokter? Supaya anak ini tumbuh baik?" tanyaku. <br />
<br />
Dokter Fathir terdiam sejenak. Kurasa dia turut larut terbawa suasana. Aku lihat matanya sedikit berkaca-kaca. Dia terlihat sangat menyesal dengan permintaannya yang sederhana untuk beberapa ibu, tapi rumit untukku. <br />
<br />
"Ayah adalah figur otoritas, Bu. Mungkin menularkan jiwa mandiri, kuat dan tangguh terhadap putra putrinya. Tapi menurut saya, seorang Ibu juga bisa melakukannya," hiburnya. <br />
<br />
"Saya rasa, kakaknya bisa membantu saya," jawabku, begitu melihat Fadil anak tiriku, mengintip di balik pintu ruang periksa. <br />
<br />
<div style="text-align: center;">
***</div>
<br />
"Pak Hasan sedang dalam kesulitan. Rumahnya tertimpa pohon karena angin kencang. Ada dua tetangga datang membantu, kemudian tiga tetangga menyusul datang. Jadi Fadil, Sayang. Ada berapa orang tetangga yang datang menolong Pak Hasan?" <br />
<br />
Sebisa mungkin, aku menamamkan pendidikan karakter padanya. Kelak Fadil lah sosok yang akan menjaga kami berdua. <br />
<br />
"Hmmmm. Lima! Menolong itu adalah tenggang rasa ya, Ma?"<br />
<br />
"Iya tepat sekali, Pintar. Sekali lagi ya. Ada lima orang anak yang datang terlebih dulu ke Masjid, untuk bertakbir di malam Idul Fitri. Lalu lima menit kemudian ada ada tiga anak lagi. Jadi berapa jumlah anak yang bertakbir di Masjid di malam Idul Fitri?" <br />
<br />
"Hmmm lima di dalam hati. Lalu ditambah tiga. Jadi enam, tujuh, delapan. Semua ada delapan, Mah."<br />
<br />
Ketegaranku hampir runtuh. Kuseka pucuk air mata di sudut mataku cepat-cepat. Iqbal punya putra yang sangat baik dan pintar. Tapi malah meninggalkan kami lantas mengirimkan surat gugatan cerai. Fadil berjiwa polos, bersih dan murni. Dia menghukum Ayahnya dan bersikeras menolak tinggal bersamanya.<br />
<br />
Oh ya ampun. Dini ternyata berkunjung. Dia mematung di depan pintu. Air matanya berderai menyaksikan hangatnya keluarga kecil kami.<br />
<br />
"Tante!" jerit Fadil. <br />
<br />
Setelah mencium punggung tangan Dini, Fadil lalu berlarian di sekeliling Balkon Cafe, bercanda dengan para karyawan. <br />
<br />
"Jangan sedih Din. Hidup ini akan berubah. Contohnya dirimu. Kamu tidak lagi menikahi manusia es, kan? Dia mencair oleh suhu hangat, sebelum Mbak Anggiieuun jadi duta shampo lain," ucapku bercanda. Dini mencubit lenganku kemudian memelukku sejenak. <br />
<br />
"Seseorang mengirimkannya untukmu," ucap Dini kemudian. <br />
<br />
Aku cuma terheran-heran saat melihat kotak bekal berisi sayur, buah-buahan dan daging olahan. Lalu karyawan cafe malahan membawakanku susu.<br />
<br />
"Apa-apaan ini?" <br />
<br />
"Orang itu berkata, kamu harus makan." <br />
"Orang itu? Siapa orang itu?" tanyaku penasaran. <br />
<br />
"Dia yang peduli padamu dari jauh," jawab Dini sambil menyuapkan daging dan nasi ke dalam mulutku. <br />
<br />
"Aku akan makan sendiri," ucapku kesal. <br />
<br />
Secara rutin Dini datang ke rumahku. Menjaga sampai menemaniku periksa. Dia juga mau mengantar jemput Fadil ke sekolah. Katanya dia wanita pengangguran, suaminya tidak kunjung pulang karena studynya belum selesai. <br />
<br />
<div style="text-align: center;">
***</div>
Di penghujung Maret 2017. Dini mengirim pesan tidak bisa datang, dia pergi ke Surabaya untuk acara keluarga. Entah apa yang terjadi. Ini baru kehamilan pertamaku. Aku merasa perutku sakit luar biasa. Melihatku begitu, Fadil menangis ketakutan. Kami memang sedang di rumah berdua. <br />
Aku menyuruhnya minta tolong ke tetangga. Tapi menurutnya semua pintu tertutup. Saat telpon ambulance, katanya mobil juga sedang dipakai. <br />
<br />
"Coba telpon dokter," ucapku terbata-bata. <br />
<br />
Dokter Fathir tidak mengangkat telpon. Mungkin dia sedang ada di ruang operasi. <br />
<br />
"Mama telp taxi saja," saran Fadil, sambil terisak-isak. <br />
<br />
Akhirnya aku menelpon taxi. Sempat kudengar Fadil membantuku bicara.<br />
<br />
"Mamah saya kesakitan."<br />
<br />
Setelah itu, aku tak peduli apa yang terjadi. Sepertinya aku hampir hilang kesadaran.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
***</div>
<br />
Selepas pekat begitu lama, akhirnya aku bisa mendengar suara Adzan. Terdengar jauh sekali, tapi aku sempat tersenyum memikirkan andai itu adzan yang dikumandangkan di telinga anakku. Mungkin aku sedang menjalani proses kesadaran. Begitu berhasil siuman, kulihat deretan gigi Fadil meringis. Aku sempat mengacak rambutnya, sebelum dia menghilang di balik pintu. <br />
<br />
Ternyata ada seseorang berdiri di dekat jendela. Aku baru tahu, itu dokter Fathir saat dia membuka maskernya.<br />
<br />
"Selamat. Bayi perempuan sehat dan menawan," ucapnya sambil menjabat tanganku. <br />
"Dokter Fathir! Terima kasih."<br />
<br />
"Sebenarnya saya sedang marah hari ini, dimulai sejak waktu itu. Hari di saat mata anda berkaca-kaca, di hadapan saya. Saya menyesal kenapa menyaksikan seorang laki-laki yaitu dari jenis saya, bisa kehilangan isi kepalanya sekaligus hatinya. Dan saya berdoa masih memiliki keduanya."<br />
<br />
"Dokter?" <br />
<br />
Anda sangat to the point. Orang lain berpikir sepuluh kali untuk menyinggungnya. Mungkin memilih waktu tepat. Saat aku sudah bisa bangun. Duduk-duduk di gazebo sambil memakan pie bersama teh hangat. Tidak di ranjang pasien dengan tubuh hanya ditutupi selembar kain seperti sekarang. <br />
<br />
"Bu Tantri, sebenarnya saya datang sebagai kakaknya Dini, hari ini."<br />
<br />
Aku tertegun. Ternyata, dialah yang sudah meminta Dini untuk menjagaku. Ya Tuhan, dia Fathir Abdul Fattah. Kakak ipar Dini yang awalnya ada di Singapura. <br />
<br />
"Adik saya bilang, anda wanita yang baik meski dalam situasi buruk. Kemudian saya berkata padanya, bagaimana jika saya menjadikan dia saudaramu? Dan rumah ini menjadi ramai oleh jerit tawa anak-anak bersama tangis bayi. Dengan antusias Andini berkata setuju."<br />
<br />
Aku hanya melongo. Sebenarnya tahu maksudnya tapi belum begitu yakin. Percayalah, kita tak harus begitu yakin tentang situasi baru, sebelum benar-benar memastikannya. <br />
<br />
"Maksud Dokter?" <br />
<br />
"Jika Tantri mau. Saya berharap menjadikan aku dan kamu menjadi kita. Together until the end. Oya, ada bunga di sana buatmu, hati-hati dengan jahitannya saat bangkit. Kamu baru boleh makan setelah buang angin. Saya harus pergi untuk operasi berikutnya."<br />
<br />
Lima menit setelah Dokter Fathir pergi. Rasanya masih belum sanggup bergerak, itu semacam shock. Sebenarnya, jadi percaya jika dia adalah kakak kandung Raihan. Sepuluh menit berikutnya aku baru paham kalau dia sedang melamarku. Dan akhirnya, bertambah yakin begitu menemukan cincin di buket bunga mawar putih yang dia letakkan di meja pasien, lima belas menit kemudian. Jadi apa aku boleh menangis haru saat tahu itu cocok di jari manisku, sekarang? <br />
<br />
Trenggalek, 1 April 2017<br />
<br />
[RD] <a href="https://cdn.idntimes.com/content-images/post/20151009/bawabunga.jpg" target="_blank">Ilustrasi</a>Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-17674127304684715672017-05-06T07:52:00.001-07:002017-05-07T10:41:59.768-07:00Pulang<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-41X_nKiIqqk/WQ9cA439FeI/AAAAAAAAADM/HdaZwUTr_MYakOQVeLMyTurLh5DLJwOiQCLcB/s1600/jatuh-cinta-1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="214" src="https://1.bp.blogspot.com/-41X_nKiIqqk/WQ9cA439FeI/AAAAAAAAADM/HdaZwUTr_MYakOQVeLMyTurLh5DLJwOiQCLcB/s320/jatuh-cinta-1.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<br />
Minggu terakhir April. Aku menyimak Raihan memainkan tuts tuts piano di ruang keluarga kami yang hangat. A Thousand Years mengalun lembut. Sejujurnya, momen ini membuatku terharu. Beberapa hari setelah ini, mungkin aku akan sangat merindukannya. <br />
<br />
Kalimat-kalimat tanya menggantung dalam benak ini. Sulit sekali terucap dari mulutku. Misalnya, benarkan kamu akan meninggalkanku? Kumohon jangan. Tapi begitu dia memutuskan, rasanya sulit untuk merubahnya. <br />
<br />
"Din! Jaga Mama, ya?"<br />
<br />
Aku hanya menggangguk. Kusandarkan kepalaku di pundaknya tanpa bicara apa-apa. <br />
<br />
<div style="text-align: center;">
***</div>
<br />
Aku tinggal serumah dengan beliau yang tidak begitu menyukaiku. Entah seberapa besar aku berusaha.<br />
<br />
Suatu hari saat pembantu pulang karena anaknya melahirkan, dia tidak menyentuh masakanku. Seingatku aku sudah mematuhi pesan-pesan Raihan. Masakan tanpa gula, rendah kolesterol. Dan dalam beberapa waktu aku terus membujuknya. <br />
<br />
"Mah, waktunya makan."<br />
<br />
"Bosan dengan itu itu, Din," keluhnya.<br />
<br />
"Meski Raihan tidak ada. Peraturan masih tetap berlaku."<br />
<br />
Makanan sehat memang itu-itu, tapi kalau sudah terlanjur sakit. Rasanya harus bersyukur, untuk mau yang itu-itu tersebut. <br />
<br />
"Mama jadi kangen Raihan."<br />
<br />
Aku tertegun. Hari ini, bayangan ketakutan muncul. Sebenarnya, kesuksesan macam apa yang diharapkan orang tua terhadap putra-putrinya. Mama Susanti punya empat orang anak. Bisa dibilang semua sukses. Kakak ipar pertama Direktur Bank BCI, dia bermukim di Jakarta. Kakak ipar kedua seorang dokter di Singapura. Kakak ipar ketiga seorang bintang yang bersinar terang benderang. Dan suamiku Raihan, pria cerdas yang pernah kutemui. Dia sedang mengambil beasiswa S3nya di Australia. Satu hal yang jarang mereka lakukan, dan itu adalah 'pulang'. Setiap ada masalah tentang Mama. Akulah orang pertama yang akan disalahkan. <br />
<br />
"Baik-baik ya, Ma," bisikku sambil mencuri cium pipi beliau, lalu menyelimutinya pelan. Yeah, mumpung beliau sedang tidur. <br />
<br />
Setelah itu aku sedikit memanfaatkan waktu untuk melukis. Ini belum begitu larut. Sekedar untuk refresing, meski aku tidak akan seperti dulu yang pernah aktif mengikuti pameran. <br />
<br />
Ah iya. Mungkin dulu, itulah asal mula Mama tidak begitu menyukaiku. Beliau anggap istri Raihan liar, tidak pernah mandi dan gosok gigi, liberal dan anti kemapaman. Padahal aku sama saja seperti menantu Islam lain. Aku masih berpedoman kebersihan gigi dan badan adalah sebagian dari iman. Waktunya sholat, aku juga sholat. Puasa juga puasa. Ngaji juga ngaji. Masalahnya, ibadah adalah urusan kita dengan Tuhan. Aku tak mungkin update status di sosmed. Alhamdulillah saya baru saja sholat shubuh di masjid, sambil selfie (supaya calon mertua yang sekarang sudah jadi mertua, tau). Bahkan lebih berlebihan lagi andai update status, yihaa baru dari salon buat spa (supaya suami suka). Sekali lagi, esensi hidup bukan sekedar pencitraan. Tapi pengabdian kita pribadi untuk berjuang menjadi manusia baik di hadapan Tuhan. Istri yang baik untuk suami. Dan aku bersungguh-sungguh, mencintai Mama Susanti, seperti ibuku sendiri. <br />
<br />
Secara pelan, ternyata doa-doaku menemukan jawabnya. Allah meminta kepada waktu yang bijak untuk mengubah segalanya. Saat Mama berkumpul bersama sahabat-sahabatnya yang pamer sukses anak dan menantu. Aku dengar beliau membelaku. <br />
<br />
"Andini, menantuku ada di rumah saja. Tapi aku bangga padanya karena dia selalu punya waktu untukku."<br />
<br />
Mama menatapku hangat, dan aku hanya membalasnya dengan tersenyum lega. <br />
<br />
Setelah itu hari-hariku bisa dibilang berubah. Mama lebih penurut dan kami sering nonton bahkan sempat jalan-jalan bersama. Tak jarang aku menemaniya di pengajian, arisan dan aktifitas sosial lain.<br />
<br />
"Kakiku lelah, Din," keluh Mama. <br />
<br />
"Biar saya pijitin, Mah."<br />
<br />
"Aghh! Dan dadaku juga sakit sekali, Nduk."<br />
<br />
Aku terhenyak, langsung mengamati Mama. Raut wajahnya pucat, terlihat susah bernafas dan ada titik keringat bermanik-manik. Aku mulai kawatir saat beliau memegangi dadanya. <br />
<br />
Di sekian menit berikutnya Mama Susanti mulai pucat pasi, bahkan meringis nyeri. Aku sudah panik luar biasa. Menelpon ambulance, membawa beliau ke rumah sakit, hingga masuk UGD. <br />
<br />
Isi kepalaku sudah kosong melompong. Sambil berdiri menunggu Mama pikiranku sudah ke mana-mana. Antara kawatir, ketakutan, bingung dan panik. Dan entah apa yang kulakukan karena agak shock dengan penjelasan dokter. Begitu aku memegang obat yang sudah diresepkan untuk Mama, aku malah bertanya pada Mas Fattah (kakak ipar keduaku). <br />
<br />
"Itu bukan obat biasa, Din. Tepatnya obat untuk penyempitan jantung. Untuk siapa, memangnya?"<br />
<br />
Kurasa aku menahan nafas saat mengetik kata 'Mama, Mas'<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
***</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
Semua orang termasuk Raihan pulang. Dan kutahu, aku telah kehilangan segalanya setelah itu. Aku sudah bersiap-siap saat menahan nafas tempo hari, bukan berarti aku sudah siap jika saat ini terjadi. Aku disalahkan sekaligus dituduh tidak becus menjaga Mama Susanti. Dan semua orang bertengkar saling menyalahkan. Karena tak tahan, aku hanya menyingkir ketakutan. <br />
<br />
"Boleh aku tinggal di sini? Kurasa aku tak punya rumah sekarang?" ucapku saat kabur ke cafe sahabatku Tantri. <br />
<br />
"Di sini? Cafe ini akan gulung tikar. Bisnis yang merugi. Setelah ini aku jatuh miskin."<br />
<br />
"Tapi Tantri, hatimu masih cukup kaya untuk memelukku saat ini."<br />
<br />
Tangisku tumpah ruah dalam pelukan Tantri. Kurasa dia menepuk-nepuk pundakku, berupaya menenangkan. <br />
<br />
<div style="text-align: center;">
***</div>
<br />
"Tantri, kita coba jadi unik dan berbeda supaya terlihat. Menu, interior eksterior. Kupikir orang kota sudah bosan dengan tata ruang yang monoton. Kita bangun seperti pondok, gazebo, bangku kayu, bunga. Lalu bagian dalam cafe, kita atur seasri mungkin. Seperti tempat liburan."<br />
<br />
"Biaya?"<br />
<br />
"Hmm kita hanya butuh cat dan bibit tanaman. Soal uang, sebenarnya aku pernah punya suami yang jarang pulang, begitu pulang banyak yang kurang, tapi tak pernah lupa memberi uang."<br />
<br />
"Pernah? Dia sama sekali tidak menelponmu? Dia sudah kehilangan bajumu selemari. Kalau aku jadi kau, aku akan menginap di hotel lalu menghabiskan uangnya."<br />
<br />
Kau tau Tantri? Di hotel aku akan sendiri meratapi diriku. Sedang di sini ada dirimu. Sebenarnya aku rindu Mama. Tapi aku tak cukup berani untuk datang ke rumah sakit lalu menjenguknya. Ucapan-ucapan kakak-kakak Raihan tereja jelas dalam ingatanku. Seolah-olah aku sangat buruk dan sudah membahayakan Mama. Bahkan waktu itu Raihan hanya diam. Dia tak cukup punya kalimat untuk membelaku. <br />
<br />
"Sayang! Maaf baru mencarimu."<br />
<br />
Mata Tantri terbelalak saat melihat Raihan berdiri di pintu Cafe. Dengan konyol Tantri tersenyum sambil mengedipkan mata padaku sebelum pergi. <br />
<br />
"Raihan?"<br />
<br />
Dengan ragu dia berjalan ke arahku. Duduk di sampingku lantas meremas tanganku. Ekspresinya penuh rasa bersalah. <br />
<br />
"Maafkan aku," ucapnya. <br />
<br />
"Aku salah. Aku ... aku ... tidak bisa menjaga Mama dengan baik," jawabku terbata-bata. <br />
<br />
"Tidak! Mama mencuri-curi makan yang terlarang untuknya, beliau bilang tanpa sepengetahuanmu. Hari itu, semuanya hanya sedang bingung. Ini tak ada hubungannya denganmu. Maafkan kami, sekarang ayo kita pulang."<br />
<br />
Kami pulang. Aku tak tau sejenis kecemasan apa yang menghantuiku. Aku merasa harus bertanya-tanya kenapa kami pulang, bukannya ke rumah sakit. Badanku sedikit gemetar memikirkannya. Aku merasa kehilangan ruas-ruas tulangku begitu tiba di ruang keluarga. <br />
<br />
"Dini!" panggil Mama histeris. <br />
<br />
Aku senang setengah mati, melihat Mama duduk di sofa dengan ekspresi segar bugar. Beliau sudah siuman, dan terlihat baik saat aku pertama kali terang-terangan memeluknya. <br />
<br />
"Kalau tidak begini, kalian juga tidak akan pulang, bukan? Dan lupakan soal perawat. Aku sudah punya menantu yang lebih baik dari mereka. Yang diam-diam mencium pipiku saat tidur, menyelimuti tubuhku, memijit kakiku dengan sabar, mengomeliku saat bandel tentang makanan, teman bicara dan jalan-jalan yang menyenangkan. Tentu disaat kalian tidak bisa memberikan itu semua, kepada Mama."<br />
<br />
Tak ada satupun yang berani mendongak. Suasana hening. Hanya Raihan yang memelukku bersama Mama. Sempat kudengar suamiku berbisik di telingaku 'terima kasih, Sayang'. Kusadari air matanya berlinang-linang saat mencium pipiku pelan. <br />
<br />
Trenggalek, 28 Maret 2017.<br />
<br />
[RD] <a href="https://i0.wp.com/www.satujam.com/wp-content/uploads/2015/10/jatuh-cinta-1.jpg?resize=584%2C391" target="_blank">Ilustrasi</a>Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-17802716336830698452017-05-05T17:56:00.003-07:002017-05-05T18:48:59.560-07:00Batas Pagi<h4 style="clear: both; text-align: center;">
<div style="text-align: left;">
</div>
<div style="text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-N32Z0-w9tE4/WQ0dY-WHvjI/AAAAAAAAACw/A9mPkTFZCBcGjLlOcEGmi0h_yOSTKKumACLcB/s1600/fd.jpg" imageanchor="1" style="font-weight: normal; margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="212" src="https://3.bp.blogspot.com/-N32Z0-w9tE4/WQ0dY-WHvjI/AAAAAAAAACw/A9mPkTFZCBcGjLlOcEGmi0h_yOSTKKumACLcB/s320/fd.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="color: #666666; font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 14.0pt; line-height: 150%;">Hari apa sekarang, Lis? Berhari-hari aku mengingatmu
tak satu pun aku ingat apa salahku, atau salahmu seandainya kita tidak bertemu.
Perasaan wajar begini siapa sangka justru membikin kita berpisah.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="color: #666666; font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 14.0pt; line-height: 150%;">Dari balik kepalaku, belakang pundakku, hari-hari
berlalu menambahkan cahaya lalu kenyataan bagai sejarah yang dipimpin Josef Stalin
mematikan orang-orang yang tak disukainya. Sakit yang tak pernah bisa sekedar
ditanggung atau ditampung secangkir kopi.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="color: #666666; font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 14.0pt; line-height: 150%;">Lis,<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="color: #666666; font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 14.0pt; line-height: 150%;">Adakah kita perlu beranjak? Memakai mantel bulu lama
kita, yang setengah abad tergantung di belakang pintu kamar untuk pergi ke
taman, rumah binatu yang tak pernah bisa benar-benar membersihkan
pikiran-pikiran kita?<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="color: #666666; font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 14.0pt; line-height: 150%;">Dari jarak seratus meter, tak pernah cukup dekat.
Tidak juga jauh orang-orang memerhatikan kita. Dengan satu pertanyaan lelah dan ragu yang
diajukannya, "Ya. Mengapa kita di sini?" "Apa Anda sendirian
saja? Seharusnya Anda tidak sendirian saja keliaran di taman ini!"
"Bisakah Anda kasih tahu saya, sedikit saja, pengaruh mengapa kita suka sekali
yang sejuk-sejuk tapi diwaktu yang sama pula benci setengah mati, pagi hari,
dengan menolaknya menggunakan mantel bulu?"<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="color: #666666; font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 14.0pt; line-height: 150%;">Aku ingin merasakan sumber dari segala sumber hidup
ini.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="color: #666666; font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 14.0pt; line-height: 150%;">Tapi, Lis,<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="color: #666666; font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 14.0pt; line-height: 150%;">Jika nanti aku tak pernah berhasil dengan diriku
sendiri yang kerasukan makanan-makanan beku, berita politik, dan tak terbiasa
akan kabarmu, maka tolong biarkan aku tetap mengenakan mantel buluku.
Merindukan maju mundurnya waktu dan terhibur hal-hal kecil, tentang suara
klakson, sisa makanan, daging yang menyulitkan untuk dicukil hingga menyebabkan
aku mengeces, atau hal remeh-temeh yang mungkin tak pernah bisa menandingimu.
Karena kamu tak pernah tertanding, karena kita mungkin tak pernah bertanding
untuk sesuatu yang ingin kita kalahkan!<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="color: #666666; font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 14.0pt; line-height: 150%;">Lis,<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="color: #666666; font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 14.0pt; line-height: 150%;">Selamat pagi. Aku mencintaimu melampaui segala hal
yang tak pernah bisa aku lampaui sebagai batas.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<br /></div>
<div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;">
<span style="color: #666666; font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 14.0pt; line-height: 150%;">[AW]<span class="apple-converted-space"> </span><a href="https://vividnovitasari2014.files.wordpress.com/2016/04/0b5f9-kata-kata-galau-patah-hati-putus-cinta-sedih.jpg" style="font-family: inherit;" target="_blank">Ilustrasi</a><o:p></o:p></span></div>
<div style="text-align: left;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-weight: normal;"></span></div>
</h4>
<div style="background-color: white; color: #666666; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 12px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
<div class="text_exposed_show" style="display: inline;">
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
</div>
</div>
</div>
<div class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #666666; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 12px;">
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
</div>
</div>
Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-27954293240146103172017-05-05T08:19:00.002-07:002017-05-05T08:19:57.213-07:00Perkara Kamu dan Pelukan Itu<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-yvQNdP8W90Y/WQyXEMeqIdI/AAAAAAAAACU/PYrseZIJizYXbXUINMnzTmlYUKTNvj6SwCLcB/s1600/siri-684881_960_720.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="239" src="https://2.bp.blogspot.com/-yvQNdP8W90Y/WQyXEMeqIdI/AAAAAAAAACU/PYrseZIJizYXbXUINMnzTmlYUKTNvj6SwCLcB/s320/siri-684881_960_720.jpg" width="320" /></a></div>
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px;">
sejak dulu aku sudah curiga<br />
kau laut yang tak bisa tumpah<br />
dasar gelombang yang tak ingin<br />
membuatku tenggelam<br />
magenta mahir memulihkan warna mata ikan-ikan <span class="text_exposed_show" style="display: inline; font-family: inherit;"><br />camar yang tak lagi suka<br />menyamar kesedihan gadis kecil</span></div>
<div class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;">
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px;">
sejak mula lahir, akulah paling pintar menyaru<br />
kugubah pasir-pasir,<br />
cangkang sepatu, atau apa saja<br />
yang bisa menyerupaimu<br />
seorang yang<br />
alasan satu-satunya aku<br />
berguru pada kepiting sepertimu<br />
dari hidup yang sebentar<br />
namun terus-terusan<br />
membuatku miring dan memar</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
dunia paling ganas, kekasih, oh<br />
menyimpan luka perih sia-sia<br />
di tubuh anak petani sepertiku<br />
yang tak pernah bisa<br />
mengajari<br />
batang kelapa, anak-anak angin<br />
menyanyi atau bersiul<br />
di tepi pantai<br />
ketika tak ada yang sama<br />
caramu menyeka dan merangkul<br />
paling hangat.<br />
<br />
<a href="https://pixabay.com/p-684881/?no_redirect" target="_blank">Ilustrasi</a> [AW]</div>
</div>
Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-48510212074029947112017-05-02T06:52:00.001-07:002017-05-05T08:31:31.212-07:00Bertemu Fans Suami<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-0L3QC26imVw/WQyapNd6akI/AAAAAAAAACg/PiV-Ui7qBEYUYHVTkjugpTdN6v-6OJc4QCLcB/s1600/18157868_332974723783957_4584604944528214159_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://3.bp.blogspot.com/-0L3QC26imVw/WQyapNd6akI/AAAAAAAAACg/PiV-Ui7qBEYUYHVTkjugpTdN6v-6OJc4QCLcB/s1600/18157868_332974723783957_4584604944528214159_n.jpg" /></a></div>
<br />
<br />
Dulu sebelum nikah, gue pernah bayangin. Kalau pasangan yang sama-sama penulis itu, saat ngalami masa rukun, saling surat-suratan romantis. Begitu berantem sindir-sindiran di sosmed. Tapi kenyataannya enggak. Gue dan Abang Kanda cenderung diam-diaman. Hal yang sejujurnya nyiksa gue dalam rindu tak berujung. Ya Allah. <br />
<br />
Meskipun gitu, gue diam-diam ngintip dari jauh. Meet and greet Abang di Toko buku Dream Media. Yep, sebenarnya, dia memang punya banyak fans. Kata mereka, Cheng Ho adalah penulis cerdas berwawasan gokil yang pernah ada di Indonesia. Tapi anehnya, gue yang isterinya, malah kalem sambil sering bertanya-tanya. Dia sebenarnya nulis apa coba? Kalau ditanya awal suka padanya. Justru gue suka keahliannya di bidang arsitektur. Dulu, nggak pake acara romantis ngasih puisi sepanjang satu meter, gue terpesona lihat desain Masjid yang dibuatnya untuk kampus kami.<br />
<br />
"Permisi. Boleh duduk di sini, Kak?"<br />
<br />
Ada remaja cewek yang memegang ice cream di tangannya. Mulutnya terlihat berlepotan. <br />
<br />
"Silakan, butuh tissue?"<br />
<br />
"Terima kasih. Oya, Kakak ko duduk di sini sendirian?" tanyanya, kepo. <br />
<br />
Nah. Gue jadi bingung musti jawab apa. Masak iya, bilang kalau lagi ngintipin Cheng Ho di dalam. <br />
<br />
"Tadinya mau beli buku. Tapi kayaknya masih ramai, Dik."<br />
<br />
"Oh iya. Diva juga males, Kak. Aku nggak ngefans ma Koko Cheng Ho."<br />
<br />
Wah! Menarik nih. Dari sekian juta orang di negeri ini. Hanya ABG ini yang pendapatnya sama kayak gue. <br />
<br />
"Kenapa Div? Maksud Kakak, kenapa nggak ngefans sama Ab eh Koko Cheng Ho?"<br />
<br />
Dia lalu bercerita panjang lebar. Meledak-ledak seperti petasan. Ternyata dia juga mendem niat pengen jadi penulis. Tapi berujung gagal. <br />
<br />
"Ibaratnya nih Kak. Kita yang udah idealis banget nulis, nggak dilirik sama siapa-siapa. Nah, orang-orang yang kayak di dalem. Cerita dia pas lagi jalan-jalan ma kucingnya lalu kucingnya pup di jalan aja, pas di post di sosmed jadi viral. Konyol nggak sih?" gerutunya.<br />
<br />
Gue mendadak pucet denger pendapat ini bocah. Kalau dia tau kucing yang diajak jalan-jalan Abang itu sebenarnya kucing gue. Udah nggak tau jadinya nanti. Dia bakal cakar-cakar wajah gue, karena merasa dibohongi. <br />
<br />
"Jadi Diva sebel ma dia?"<br />
<br />
"Yep. Diva ngebayangin dia punya banyak akun kloningan. Yang selalu bantu like and komen di tulisan dia. Sekaligus sering ngunjungin blognya sendiri. Lagipula dengan ketampanan Koko dia nempel terus di owner kerajaan bisnis penerbitan besar yang lagi ini banget di Indonesia. Jadi seseorang setia dan selalu dikasih kesempatan. Sedang Diva apa Kak? Hanya orang yang selalu gagal dalam berjuang."<br />
<br />
Wow. Meskipun negatif thinking banget. Si Diva ini punya imajinasi sangat tinggi. Dia lebih cocok jadi mata-mata agen rahasia saat dewasa nanti. Atau jadi emak-emak super kece yang teliti banget saat punya suami genit. <br />
<br />
"Diva. Kak Mara pengen lihat tulisan kamu."<br />
<br />
Matanya berbinar dan kelihatan seneng. Dia pasti merasa lega ada yang penasaran ma karyanya. Lalu dengan tergesa dia ambil smart phone dari tas, diotak-atik sebentar lalu diserahkan ke gue. Gue lantas baca dengan seksama. Dan serius, ternyata dia tak sekedar omong kosong. Imajinasinya memang tingkat tinggi. Tulisannya jauh lebih idealis dan berbobot dari pada orang yang lebih tua darinya. Dalam hal ini, gue maupun Cheng Ho. Dia seperti buku dan pengetahuan yang berjalan. <br />
<br />
"Diva. Kak Mara cuma pengen kasih semangat."<br />
<br />
Dia lalu menyimak dengan ekspresi lucu. Sekalipun gue belum pernah sesukses Ho. Tapi gue pengen dia punya semangat hidup. Bara api yang tak pernah padam meski diguyur hujan dan cobaan. <br />
<br />
"Jangan lelah berdoa kepada Tuhan untuk diberi kesempatan. Dan cari penerbit yang visi misinya sama seperti karakter tulisan Diva. Memang, itu butuh waktu lama, tapi semua orang mengalaminya. Misalnya gini, Diva pas sekolah pernah lewat jalan berlubang-lubang, tidak? Dan bisa dibilang itu jalur tunggal."<br />
<br />
"Pernah. Di dekat sekolah. Dan tidak alternatif jalan lain. Harus lewat itu."<br />
<br />
"Nah. Begitu. Orang lain juga mengalami hal serupa. Harus berusaha lewat jalan yang sama seperti Diva. Satu lagi hal yang mungkin akan membantu. Seperti contohnya bersosialisasi bahkan mencoba unik atau berbeda. Supaya terlihat. Semangat!" ucapku sambil menepuk punggungnya pelan. <br />
<br />
Gue seneng lihat dia terlihat sumringah. Lalu dengan semangat dia minta tukar nomer ponsel, pin bbm, email serta akun di beberapa sosmed. Lalu setelah itu dia pamit pergi dengan ucapan terima kasih.<br />
<br />
Sepeninggal Diva, gue kayak bosan sekali sendirian. Dan acara di dalam terlihat masih lama. Akhirnya, gue baca buku sambil terkantuk-kantuk. Dan terbangun mendadak saat ada suara. <br />
<br />
"Sayang. Aku nggak tau kalau kamu dateng. Sampai ketiduran lagi, jadi kamu sudah tidak ngambek lagi kan ya?" ucap Ho kalem, di antara kondisi gue yang masih nggak ngeh. Antara masih ada di alam bawah sadar sekaligus di kehidupan nyata. <br />
<br />
"Ya," jawab gue lirih. <br />
<br />
Meski masih ngambek, gue nurut saja saat dia gandeng gue menuju parkiran. <br />
Gue pikir kami segera pulang, tapi dia malah diam termangu, tanpa punya hasrat untuk jalan. Sepertinya masih mikir keras atau lebih tepatnya, terlihat berduka. Iya, gue lihat Cheng Ho murung. Matanya berkaca-kaca. <br />
<br />
"Ada apa?" Rasanya masih sulit memanggilnya Abang Kanda dengan mesra. Tapi gue harus peduli padanya saat ini. <br />
<br />
"Fans setia aku, ada yang meninggal tadi pagi. Kena serangan jantung di usia dia yang masih belia."<br />
<br />
"Innalillahi wainnaillaihi rojiun."<br />
<br />
Pas Ho kasih ponselnya ke gue. Dan lihat foto profil akun istagram gadis itu. Jantung gue nyaris lompat ke tenggerokan. Itu kan Diva, iya benar. Nggak salah lagi. Bukannya tadi dia ....<br />
<br />
"Kita takziyah ke rumahnya, yuk?" ajak gue. <br />
<br />
"Serius? Dia di Surabaya."<br />
<br />
"Iya serius, kita naik pesawat saja biar cepet. Dan kita minta ijin ke orang tuanya buat bantu nerbitin novel-novelnya. Aku yakin itu yang dia inginkan."<br />
<br />
"Dia menulis? Dari mana kamu tau itu yang dia inginkan?"<br />
<br />
"Iya. Aku yakin. Entahlah."<br />
<br />
"Sayang?"<br />
<br />
"Entahlah. Dia menemuiku."<br />
<br />
Lalu Ho bertambah bingung. Ketika gue mendadak memeluknya, lantas terisak-isak di balik kemejanya. <br />
<br />
"Lalu, Abang harus janji sama aku. Sekalipun Abang sudah populer. Punya banyak iklan, buku best seller, dan karyanya sudah difilmkan. Abang Kanda tidak boleh berubah. Lalu tidak memerhatikan lagi kualitas. Dan membuat satu di antara seribu fans kecewa."<br />
<br />
"Sebenarnya bingung. Tapi aku percaya kamu punya alasan kuat yang pada dasarnya baik untukku. Meski tidak janji bisa sesempurna itu. Tapi, ya. Aku akan berusaha," jawabnya sambil mencium puncak kepala gue dengan sayang. <br />
<br />
Untuk sekali lagi. Gue melirik foto Diva. Gadis remaja manis, yang begitu pertama bertemu di dalam mimpi, wajahnya tak lekang dari ingatan. Tenang di sana, ya, Sayang. Namamu suatu hari akan tertulis di sebuah buku dan abadi di setiap benak pembaca. Aamiin.<br />
<br />
[RD] Sumber Gambar Tertera<br />
Trenggalek, 15 Februari 2017Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-63102995345939753122017-05-02T05:33:00.000-07:002017-05-02T05:54:14.998-07:00Orang yang Terakhir Duduk dan Tersenyum [2]<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><a href="http://ommoco.blogspot.co.id/2017/04/orang-yang-terakhir-duduk-dan-tersenyum.html" target="_blank"><i>Cerita Sebelumnya...</i></a></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kisah cintaku berakhir satu tahun lalu. Meski
sudah berlalu 12 bulan atau 365 hari, atau 8760 jam atau 525.600 menit atau
hasil fantastisnya 3.1536.000 detik lalu, aku masih saja mengingatnya dengan
detail. Seperti bayi, yang lupa alasan ia menangis untuk apa, aku melakukannya
begitu saja. Dan kadang aku juga berpikir, untuk apa aku mengingatnya. Aku
hanya memang memikirkannya, mantan pacarku itu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dia memiliki napas yang lembut, suara yang
khas seperti siualan kerang, dan tatapan matanya, oh, yang teduh meski dia
sedang marah dan kesal pada orang lain. Matanya seperti mata balita yang memohon
padamu jika dia memiliki kesalahan tolong dimaafkan. Dia jarang tertawa, dia lebih suka mengulum
bibirnya. Sesekali dia membasahi bibirnya itu hanya untuk memberi ruang kepada
orang lain untuk bicara. Jika aku berusaha keras membuat adegan lucu, sok lucu,
atau bertingkah konyol untuk membuatnya tertarik, dia justru mengapresiasi
usahaku dengan mengelengkan kepala, lalu sekeras mungkin menghentikan tingkahku dengan
berkata, “Apa yang kau lakukan, Tas?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Umur kami selisih dua tahun. Dia lebih tua
dariku. Di ulang tahunnya yangk ke dua puluh tiga, aku menyewa seragam super
hero lengkap dengan topeng, dan untuk menambah suasana romantis itu berjalan
lancar, aku membayar teman-temanku untuk berperilaku bagai penjahat. Lalu
menyelamatkan dia dari kepungan para berandal saat ia berada di taman, tempat
kami berjanji bertemu karena saat itulah aku keluar sebagai pahlawan. <strike> Aku tahu ide itu sinetron sekali.</strike> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tapi, Wening—nama mantan pacarku, cuma
bergeming setelah aku berhasil memenangkan pertarungan dengan para penjahat itu.
Sama sekali tidak berkutik. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Setelah penjahat-penjahat itu kabur, aku
mendekati Wening, dan masih mengenakan topeng, aku mengulurkan kartu ucapan
selamat ulang tahun. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dia sama sekali tidak kaget. Bahkan dia tidak
penasaran orang di balik topeng itu. Dia sudah tahu, itu aku. Maka dia menarik
lengan tanganku, dan berkata, “Apa yang kau lakukan, Tas?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku membuka topeng karetku. Mengatur napas,
dan duduk di sampingnnya. “Aku tahu, aku tak pernah bisa menghiburmu, bahkan di
hari ulang tahunmu sekali pun.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Saat itu aku berpikir, aku pasti sangat
konyol di hadapannya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Tidak apa-apa. Kau mau minum?” Dia
menawariku air minum.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Aku mau minum,” kataku. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Lain kali jangan bersikap seperti itu lagi
ya?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku mengembalikan air minum kepadanya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12pt;">“Siang ini, aku ijin ke kantor memenuhi
panggilanmu dan hanya untuk ke taman menyaksikamu diserang oleh para penjahat?
Lucu sekali.” Dia tertawa kering.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Mereka bukan penjahat, mereka teman-temanku
dan aku harus membayarnya demi berpura-pura jadi penjahat.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Tapi kau sudah menghabisakan waktu jam makan
siangku,” katanya sambil menggeleng. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Aku tahu.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Dan kalau kau tahu kenapa masih
melakukannya?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Aku tahu.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Sudahlah...,” ujarnya. “Aku harus masuk
kantor lagi.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dia bangkit dari bangku kayu yang kami
duduki, dan berjalan santai ke luar taman. Lalu berhenti sejenak menolehku ke arahku
yang masih terpaku menatapnya. “Menurutmu, apa kita butuh pengakuan orang lain
supaya mereka mengerti apa yang mesti dilakukannya?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku tidak menjawab. Dia juga tidak menunggu
aku menjawab pertanyaannya itu. Dia melangkahkan kakinya dan menghilang di
tikungan pertama ujung taman. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku duduk di taman selama kurang lebih
sepuluh menit sebelum akhirnya memutuskan pergi. Sambil berjalan keluar taman, aku
memikirkan tugas-tugasku yang menumpuk dan menanti untuk selesaikan. Tugas itu
bukan tugasku. Tapi aku membayar diri dengan mengerjakan tugas-tigas kuliah
sebagai pengganti bayaran para penjahat tadi yang kusewa. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tiga hari berturut-turut setelah itu aku
bolak-balik ke perpustakaan untuk menyelesaikan tugas ketiga penjahat itu. Dan
aku sangat sibuk sehingga aku tak punya waktu untuk menyapa Wening. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Di hari keempat ketika aku selesai dengan
semua tugas, aku baru menghubungi Wening lagi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Apa kabar?” tanyaku melalui jaringan
telepon. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Kupikir kau sedang mengemban tugas berat
menyelamat dunia dari tangan penjahat.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Suara di ujung telepon sungguh berisik. Suara
Wening bercampur dengan suara orang-orang di sekitarnya. Tapi aku masih bisa
mendengar suaranya dengan cukup jelas. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Aku memang agak sibuk akhir-akhir ini,”
kataku jujur. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12pt;">Saat itu aku memang masih kuliah, dan Wening
sudah bekerja di perusahan periklanan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Itu bagus,” ujarnya. “Aku juga berpikir kau
lebih sibuk dari tiga hari lalu, sehingga kita bisa lebih fokus apa yang masing-masing
kita lakukan.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Memang apa yang sedang kau lakukan?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Makan malam. Dan tertawa bersama
teman-temanku.” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Aku senang akhirnya kau bisa tertawa,”
ujarku memindahkan gagang telepon ke telingaku yang lain, “dengan
teman-temanmu.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Aku juga senang kau mengatakan itu. Eh, sudah
dulu ya, nanti kuhubungi lagi.” </span><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12pt;">Dia menutup jaringan telepon. Terdengar nada
tut panjang di telingaku. Nada yang sungguh panjang dan memilukan.</span><br />
<span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku pergi ke dapur menjerang air dan membuat kopi dan malam
itu aku menunggunya menelponku. Tapi sampai tengah malam, tak ada bunyi-bunyian
aneh atau wajar yang terjadi di ruang tengah rumahku. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Berhari-hari kemudian. Berminggu-minggu
kemudian. Tak ada telepon darinya. Sesekali telepon itu bergetar, tapi itu
panggilan dari pelanggan, atau Kayas, atau orang-orang yang tersesat dan salah
sambung. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku juga tidak berusaha menghubunginya. Aku
percaya dia akan menelponku, jadi sejak malam itu sudah kuputuskan untuk
menunggunya. Sejauh yang kutahu, Wening, adalah perempuan yang tak pernah ingkar
janji. Dia akan mengatakan apa yang membuatnya terhambat karena belum bisa
menelponku. Dia akan mengatakan apa yang ia rasakan. Dia tidak suka
kepura-puraan. Dia mengerti apa yang perlu dilakukan untuk hidupnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Satu bulan kemudian, Wening menelponku.
Kebetulan seluruh anggota keluarga sudah tidur. Dan kebetulan lainnya aku
sedang di ruang tengah menonton kartun. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Hai, “ ujarnya mendesis. Cara bicaranya
persis seperti sedang mengetes mikrofon. Dan dia begitu yakin, orang di balik
jaringan itu adalah aku. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku menarik napas dan mengeluarkannya
perlahan-lahan. “Hai. Apa kabarmu?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Baik. Kau?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Baik,” sahutku. “Dan aku sedang menonton
kartun.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Apa aku mengganggumu?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Sama sekali tidak,” ujarku. “Aku bisa
melewatkannya kok. Setiap hari pukul 10 malam, selalu ada acara kartun.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Aku cuma mau ngomong sebentar kok. Sepeluh menit
saja.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Tentu. Aku bahkan memberimu waktu 10 menit
kalau kau mau.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Tidak. Cuma lima menit.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Baiklah. Ada apa?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku menarik napas. Hening. Aku dapat
mendengar Wening menghembuskan napas. “Akhir-akhir ini aku kehilangan dirimu.
Pertama kali aku melihatmu, saat kau berjalan melalui lorong labolatoriun
biologi, aku langsung tertarik denganmu. Aku mengamatimu dari jauh. Aku
menunggu kau melintasi lorong itu setiap waktu. Aku ingin berkenalan denganmu.
Aku bertanya dengan teman-temanku, tapi mereka bilang <i>tidak tahu</i>. Mereka tidak tahu siapa kau. Karena aku bertekat ingin
berkenalan denganmu, aku mencari-cari informasi tentang dirimu. Tapi selama
seminggu aku tidak mendapatkan apa-apa. Kecuali namamu, prodi yang kau ambil,
dan alamat rumah dan telepon rumah yang bisa dihubungi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Aku yakinkan diriku sendiri. Cowok ini pasti
bahkan tak tahu istilah apa itu organisasi. Namamu tak satu pun ada di suatu
organisasi kemahasiswaan. Tak ada. Reputasimu di kampus begitu buruk. Dan itu
membuatku hampir menyerah. Sementara aku menginginkan nomor ponselmu langsung,
bukan nomor telepon rumah. Apa lagi kau seringnnya berjalan sendirian mengitari
kampus. Kau seperti tak punya teman. Seolah Tuhan menjatuhkanmu begitu saja ke
bumi tanpa terlebih dulu memikirkan teman untukmu. Kemana aku harus mendapatkan
nomor itu? Kau bahkan tak punya teman untuk kau membagi nomormu.“<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku memotong kata-katanya, “Itu tidak benar.
Aku punya teman kok.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tapi Wening tidak peduli. Lalu dia
melanjutkan kata-katanya, “Dan hari itu, setelah berhari-hari aku mengumpulkan
keberanian yang kurasa cukup banyak, aku mendekatimu saat aku sedang duduk di
sudut perpustakaan. Buku-buku tebal menumpuk di hadapanmu. Aku tahu kau tidak sedang
membaca buku, karena kupikir kau sedang melamuni sesuatu di kepalamu. Aku
berkata, sambil menasehati jantungku supaya mengontrol deg-deg-an itu.
Kepadamu, ‘Maaf aku menyela lamunanmu. Boleh aku bla... bla...’ Dan kau cuma memantul-mantulkan
kepalamu saja di antara buku-buku itu.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Aku juga deg-deg-an waktu itu, loh,” kataku.
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Tapi apa kau tahu apa yang terjadi hari
ini?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Apa?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Aku kehilanganmu. Aku kehilangan debur ombak
itu. Aku kehilangan perasaan deg-deg-an itu. Apa kau mengerti maksudku?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Ya. Apa maksudmu?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tiba-tiba saja jaringan terputus. Lampu di
ruang tengah mati. Semua lampu mati dan suasana berubah gelap gulita. Saat aku
hendak meletakan gagang telepon ke rumahnya, lampu mendadak kembali menyala.
Ketika aku hendak menelponnya lagi, ponsel di saku celanaku justru bergetar.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Kau harusnya mendengarku bicara,” Napas
Wening terdengar mengeluh. “Aku belum selesai. Aku belum ingin
menyelesaikannya. Tapi sepertinya kau tidak mau mendengarkanku.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Tadi listriknya mati,” aku menjelaskan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Tas?” Wening memanggil namaku dengan jelas.
Seolah aku berada jauh dari jangkauannya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Ya? Aku di sini.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Tetaplah di situ. Aku ingin kita di tempat
masing-masing. Tempat paling nyaman kita. Aku ingin—“ Wening terbatuk-batuk.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Ada apa? Apa kau sakit?” tanyaku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Selama lima detik tidak ada jawaban. Mungkin
dia sedang minum air putih. Lalu, “Tidak, Tas. Tapi terimakasih perhatianmu.
Aku hanya...” Suaranya tertahan, “lelah berputar-putar.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Kalau begitu kau harus berhenti dan
beristirahat.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Ya. Aku juga ingin. Tapi aku tak ingin
mengambil keputusan yang seperti—“<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Aku tahu maksudmu,” Aku memotong. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Kau tahu?” Dia bertanya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Ya. Aku tahu apa yang ingin kau katakan.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Jadi apa menurutmu yang mesti kita lakukan?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Aku sendiri tak tahu,” kataku. “Tapi apa kau
sudah punya kekasih lagi?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Ya.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Aku senang kau berterus terang.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Tas?” Wening memanggil namaku lagi. “Kita
harus berbahagia.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Tentu saja. Dan apa itu pesanmu?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Wening terdiam. Tapi aku tidak berpikir di
sana sedang mati lampu, atau dia sedang minum air putih. Terjadi jeda panjang
di antara kami. Setelah itu, “Tas, kau harus berbahagia. Itu saja yang ingin
kukatakan. Kau bisa kan? Kau maukan melakukannya untukku? Atau kau bisa
melakukannya untuk dirimu sendiri.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aku membungkus ponselku dan berdiri mematung
di meja telepon. Menghitung mundur sepuluh sampai satu, dan menjawab keingannya
itu ragu-ragu. “Akan kucoba. Akan kulakukan.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Lalu kami sama-sama sepakat memutus jaringan
telepon dihitungan ketiga. Namun dihitungan pertama aku sudah lebih dulu
meletakan telepon itu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">[AW]</span></div>
Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-58122020381492600242017-05-01T03:09:00.001-07:002017-05-01T03:09:17.443-07:00Sajak Paling KamiDia bilang dia akan mati dan dia tertawa. Saya tak ingin tahu dia tertawa untuk apa. Tapi saya suka caranya tertawa. Mengingatkan saya tentang film bisu atau adegan komedi romantis yang diisi oleh penggalan suara-suara orang yang sudah mati. <br />
<br />
Dia punya segala sesuatu setelah semua sejauh ini dia lakukan tak pernah cukup. Sehari sebelum kami bertemu, dia bicara tentang kesehatannya yang buruk, dan kepala yang sibuk seperti meja panyair di malam sunyi. Mungkin, dia ingin seorang datang dan membawakan secangkir kopi. Tapi seorang itu tak pernah datang. Dia mungkin juga ingin bercakap-cakap bagai dua orang pasien yang sama-sama membenci obat dan resep. Tapi hari ini dia bilang dia akan mati.<br />
<br />
"Manusia hidup dan kalau mereka mau mereka bisa menyerah sekarang juga," katanya. <br />
<br />
Ada beberapa orang yang tak tahu kapan waktunya berhenti tapi dia bukan salah satu dari mereka. Sebab dia tertawa terus.<br />
<br />
Dia melanjutkan, "Aku harus."<br />
<br />
Saya tak mengatakan apa-apa. Sebab saya ini cuma kekasihnya yang brengsek. Tokoh jahat dalam novel Takashi Matsuoka, lubang kecil kaleng arisan yang tak pernah memuntahkan nama ibumu, aktris yang mengembik seperti kambing membujuk generasi muda anti-narkoba, padahal ia suka makan rumput dan ganja. Atau apa saja yang membuatmu sanggup menggambarkan sifat-sifat buruk: sialan, jaddah, dasar binatang, jalang, atau ungkapan yang menurutmu tepat untuk mendiskripsikan tendangan Lewandowski yang digagalkan anak gawang. <br />
<br />
Saya memang tak mengatakan apa-apa. Saya takut saya berkata yang justru membuatnya semakin kecewa. Segera setelah dia berhenti tertawa saya membantunya menangis. Lalu dia bilang, kita tak berbakat menangis. <br />
<br />
Lantas bersama-sama kami menulis: Resep Abadi. Yang kelak kau namai sajak yang paling kami.<br />
<br />
[AW]Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-80513653916834671532017-04-26T04:55:00.001-07:002017-04-28T10:34:09.210-07:00Finding Samara<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-MurtNQ2aPZI/WQN8XBMIIbI/AAAAAAAAACE/14s2ZA-4gSwpJbyxp5az8241x-Z7Ht7wwCLcB/s1600/18194844_332974097117353_7493493930310923528_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://3.bp.blogspot.com/-MurtNQ2aPZI/WQN8XBMIIbI/AAAAAAAAACE/14s2ZA-4gSwpJbyxp5az8241x-Z7Ht7wwCLcB/s320/18194844_332974097117353_7493493930310923528_n.jpg" width="242" /></a></div>
<br />
Pada sepertiga malam, saat terjaga sendirian, aku sering banyak bertanya pada Tuhan.<br />
Allah, bagaimana pernikahan yang bahagia itu? Barangkali, malam ini hamba bersimpuh memohon ampunan-Mu, karena mungkin terlampau gegabah memilih keputusan. Dan jika hingga saat ini, hamba belum bisa mengajak suami hamba terjaga dan menjadi imam dalam setiap doa kami, sekali lagi hamba membawa seluruh rasa bersalah ini. Mohon dibukakan pintu hati di antara kami yang masih tertutup, jadi selapang-lapangnya hingga cahaya kebenaran menerobos masuk. Aamiin.<br />
<br />
***<br />
<br />
Menceritakan tentang suamiku Max, memang jauh meleset dari yang pernah aku rencanakan. Setiap wanita Islam mendambakan lelaki sholeh, banyak menghafal Al-Quran dan baik budinya seperti yang ada dalam novel religi. Tapi Max jauh dari kriteria itu, meski tidak bisa dibilang biasa juga dalam hal ini.<br />
<br />
"El, saya tahu kamu bisa. Semua ditata sesuai dengan urutannya. Dari hidangan pembuka sampai penutup. Setelah makan, kita angkat piring kosong ke dapur sendiri. Kamu mengerti kan? Tentu kita akan jadi tamu yang baik," jelasnya rinci.<br />
<br />
Dia malah melibatkanku pada hal-hal rumit duniawi. Misalnya memastikanku untuk tidak membuat cuilan daging panggangku terlempar bersama garpunya ke mulut orang lain. <br />
<br />
Entah sejak kapan aku juga harus peduli mengenakan busana apa? Dan apa itu sudah cocok bersama warna sepatu dan tas yang kukenakan? Seolah fashion police akan menangkapku jika saltum. <br />
<br />
"Tentu saja Max. Aku mungkin tidak akan makan sup menggunakan pisau. Lalu sebaliknya menyendok salmon memakai sendok sup. Dan aku berjanji tidak akan minta nasi di sana," jawabku setengah bercanda.<br />
<br />
Max tersenyum diplomatis. Ekspresinya tenang seperti biasa. Sikapnya yang serba terkendali terkadang sangat membosankan. Bahkan saat terdekat sekalipun, dia hanya memeluk atau menciumku sebatas tradisi. Lebih mudahnya semacam kewajiban demi kesopanan sebagai suami.<br />
<br />
"Kita boleh tidak memilih gelas tingginya kan?" tanyaku ngeri.<br />
<br />
"Tentu El. Aku tahu kita tidak boleh meminum anggur. Kita bisa berkata demi kesehatan," jawab Max bijak.<br />
<br />
Rasanya lega bisa melewati makan malam yang agak merepotkan itu. Sebelumnya aku tidak pernah peduli. Sendok mana atau piring jenis apa yang harus kugunakan terlebih dulu. Aku tak pernah bermimpi jadi seorang ratu.<br />
<br />
***<br />
<br />
Sekarang giliran Max. Hari ini kami harus datang ke pernikahan sahabatku. Mungkin bukan Max yang sebenarnya gugup tapi sekali lagi aku. Untuk pertama kalinya, dengan mengumpulkan segenap keberanian, aku ingin memperkenalkannya pada semuanya.<br />
<br />
Awalnya, Max adalah lelaki yang terlarang untukku. Itu melibatkan sejarah panjang jika harus dijelaskan. Dan sering kali membuat salah paham.<br />
Jadi aku tidak ingin membahasnya lagi, di sini. <br />
<br />
"Edelweis, kini aku tahu kamu hanya ingin menjaga perasaanku. Sungguh aku memahami konsep tidak diterima di sini," bisik Max lirih.<br />
<br />
"Kita pulang saja," ajakku.<br />
<br />
Aku menggapai lengannya lembut. Membimbingnya pergi dari pesta tanpa lama-lama.<br />
Kenyataannya kami tidak memutuskan langsung pulang. Namun, berjalan beriringan menelusuri malam. Aku berusaha mengabaikan kakiku yang mulai lelah, dan menukarnya dengan momen yang paling kuharapkan selama ini.<br />
<br />
"Aku pernah berpikir tidak pantas untukmu," ucap Max mengejutkan.<br />
<br />
"Percayalah, akulah yang sempat berpikir begitu. Terlambat menyadari kalau ternyata mata hatiku lah yang tertutup tentang usaha dan ketulusanmu menyesuaikan diri," jawabku.<br />
<br />
"Luar biasa. Kadang aku berpikir sama dalam konsep yang berbeda."<br />
<br />
Ini malam yang aneh. Kami bisa tertawa setelah itu untuk hal yang tidak lucu. Mungkin baik aku dan Maximilian Deveraux sebenarnya sama-sama sedang gugup.<br />
<br />
"Sebaiknya kita harus memperbaiki cara kita berkomunikasi. Lalu berhenti merahasiakan sesuatu,"ucap Max.<br />
<br />
"Hal-hal yang tidak kamu tahu. Seperti setiap senin saat kamu pergi ke Jakarta aku les bahasa Inggris. Atau sekali waktu aku coba belajar piano, sastra dan seni. Beberapa yang mahir kamu kuasai."<br />
<br />
"Sama saja. Diam-diam aku meminta seseorang mengajariku mengaji. Aku sudah iqro' jilid lima sekarang. Bahkan mulai lebih banyak menghafal surat-surat pendek. Supaya saat aku sholat, aku tidak mengulang-ngulang surat yang sama," jelasnya.<br />
<br />
Air mataku bergulir. Merasa malu telah mengira kalau dia keberatan belajar lebih banyak lagi.<br />
<br />
"Seharusnya kita berhenti bersedih dan mulai bahagia. Tersenyumlah, Sayang. Mari kita hidup tanpa prasangka buruk, mulai sekarang," nasehatnya.<br />
<br />
"Kamu memiliki seluruh rasa sesalku, Max. Hukum aku jika kamu mau."<br />
<br />
"Bagus. Karena aku ingin memelukmu sekarang, sambil mengabadikannya sesekali. Seperti ini. Cekrekk. Ngomong-ngomong. Apa istilahnya penuh cinta dalam damai, pada keyakinan kita, Sayang?"<br />
<br />
"Lebih lengkapnya. Sakinah, mawaddah, warahmah," jawabku.<br />
<br />
"Sakinah, mawaddah, warahmah with my lovely wife. Edelweis. Surabaya, East Java. Indonesia."<br />
<br />
<br />
Aku cuma bisa menggelengkan kepala, sambil berbisik dalam hati. Ternyata terlampau sulit mencari cara menemukan tiga kata itu sesuai di buku. Setiap pasangan punya cara sendiri untuk menemukan jawabnya. Tentu jika kita punya keberanian untuk benar-benar memahaminya.<br />
<br />
Trenggalek, 21 Maret 2016<br />
By: [RD]<br />
<br />
Baca <a href="http://ommoco.blogspot.co.id/2017/04/jodoh-terakhir.html">juga</a>Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-20617279962074803222017-04-25T11:51:00.000-07:002017-04-25T18:00:40.462-07:00Orang yang Terakhir Duduk dan Tersenyum [01]<div style="background: white; margin-bottom: 20.25pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;"><b>1</b></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: 20.25pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Minggu pukul empat sore, di
belakang rumah yang memiliki sekotak kandang ayam di bagian pojoknya, angin
plin-plan berhembus kencang dari arah selatan, timur, utara, lalu tidak jelas
berputar-putar di belakang rumah itu. Sebenarnya tidak terlalu kencang sih.
Kecepatannya rata-rata saja dan cuma mampu menumbangkan jemuran-jemuran yang
tergantung di tali yang ujungnya diikat di dahan pohon mangga, dan berakhir di
cagak antena, yang kini sudah tidak gunakan. <o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: 20.25pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Persis di sampingnnya ada
sebatang pohon kapas yang sudah tua, daun-daunya bergemerisik seolah sedang
bergosip dengan daun telingan angin yang baru saja tiba dan membawa kabar yang
mudah dilupakan atau tidak mudah dilupakan tapi bisa menjadi bulan-bulanan,
oleh daun-daun warga sekitar. Seekor capung berwarna merah mangkak nampak
terbang lincah kesana-kemari di antara tali jemuran, sangat asik dan seolah
tidak peduli melakukan manuver-manuner yang berbahaya, seakan-akan ia memiliki
lintasan sendiri di udara.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: 20.25pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Sementara seorang lelaki
berkaos abu-abu, dengan celana pendek mendongakkan kepalanya ke langit. Lalu
berdoa, semoga sore ini tidak turun hujan. Namun sedetik kemudian, ia merasa
bahwa kalau sore ini hujan turun, juga bukan urusannya. Enggak apa-apa. Terserah
sajalah. Lantas ia kembali lagi membungkuk dan memunguti jemuran-jemuran yang
jatuh di sekitar kakinya. Memasukannya ke dalam bak besar, sambil terus mengisi
pikirannya dengan pertanyaan-pertanyaan yang sebetulnya tidak perlu dipikirkan.
Apakah Dewa-dewa langit mengenakan pakaian seperti manusia? Kalo iya, itu
berarti, mereka harus mencuci pakainan mereka, dan menjemurnya dan
mengangkatnya menjelang sore hari. Dan apakah mereka sudah melakukan tugasnya
dengan benar?<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Belum mampu lelaki itu menjawab pertanyaan pikirannya sendiri,
Ibunya berteriak, mengingatkan supya anak lelaki itu segera menyelesaikan
tugasnya. Karena ada tugas lain yang sudah menanti untuk lekas dikerjakan.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: 20.25pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Lelaki itu cepat-cepat
membereskan jemurannya, dan membawa bak besar ke ruang tengah sambil berlari
terbirit-birit macam anak tikus.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: 20.25pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Maaf, ia bukan anak tikus!
Lelaki itu adalah anak Ibunya. Dan anak lelaki itu adalah aku.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Namaku Atlas. Orang-orang memanggilku: Tas. Usiaku 22 tahun.
Baru lulus kuliah, satu bulan lalu, masih bau kencur, bau ketek Ibu, dan belum
lurus-lurus amat menyemprotkan air kencingnya ke lubang toliet. Dan kenyataan
lainnya, aku masih menganggur.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Tapi bukan berarti aku ini benar-benar menganggur ya, seperti
nasib kucing. Aku juga lumayan sibuk. Sore ini saja, pekerjaanku banyak.
Menyiram tanaman Ibu, mengangkat jemuran, mengantarkan <i>laundry</i>-an pelanggan, dan sebagainya. Pokoknya sibuk dan sebagainya.
Hehe.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Oh ya. Ibu punya usaha kecil di rumah kami. Ibu membuka usaha <i>loundry</i> di ruang tengah keluarga kami.
Usaha ini sudah Ibu jalankan semejak aku masih berusia anak SD. Kalau tidak
salah saat aku kelas 6, tiga tahun setelah ayahku meninggal, tiga tahun sebelum
kami memutuskan memulai kehidupan dari awal. Dari awal, kau tahu. Betul-betul
dari awal.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Ibuku hanya guru yang mengajar di taman kanak-kanak, dan
berpikir memenuhi kebutuhan ketiga anaknya bukanlah perkara yang enteng—setelah
kepergian ayah tentu saja. Tahun pertama kepergian ayah, harta benda kami habis
dan tinggal setengah. Tahun kedua, Ibu mulai mengirit, tapi hal itu tak mungkin
bisa ia lakukan di tahun-tahun panjang, sementara ketiga anak-anaknya tumbuh
semakin besar dengan biaya dan perut yang juga besar. Maka dari itu, Ibu
memutar otak, dan berhasil. Ia menyulap ruang tengah keluarga kami dan
menjadikannya sebagai ruang kerja Ibu.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Ibu mengajar taman kanak-kanak dari pukul 8 pagi sampai pukul 10
siang. Itu artinya waktu menguntung untuk Ibu, karena dengan begitu Ibu memiliki
waktu berlimpah di rumah dan bergumul dengan pakainan kotor.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Ibu senantiasa sibuk di rumah. Tapi anak-anaknya tak akan
membiarkan beliau sibuk sendirian. Kami tiga bersaudara. Dua perempuan, dan
satu laki-laki. Aku anak tengah. Kakakku yang pertama, bernama Kayas Lembayung,
menikah dengan peternak lele dan memiliki seorang anak yang sudah berusia dua
tahun.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Meskipun
perempuan, Kayas, sebagai anak bungsu selalu memiliki keinginan kuat melindungi
adik-adiknya, yakni aku dan Bungi—si Bungsu. Kayas belajar beladiri, untuk
melindungi kami dengan ilmu kedisplinan sabuk hitamnnya. Ia perempuan yang
memiliki tanggung jawab besar tehadap adik-adiknya. Ia pernah mematahkan leher,
teman SMA-ku yang suka memalak anak lemah dengan satu <i>krek </i></span><span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">yang mengejutkan. Ibu pernah marah terhadap tindakannya
itu, karena sejam kemudian orang yang di <i>krek</i> </span><span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">itu
datang ke rumah kami dan minta uang ganti rugi. <o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Ibu tak suka kerugian, Ibu bahkan menyimpan uang koin kembalian
dari toko dan hari itu ia mesti merelakan uang tabungannya untuk membayar aksi
anak perempuannya itu dengan perasaan sangat menyesal. Tapi setelah hari itu,
tak ada orang yang berani lagi menggangu keluarga kami. Kayas, kakakku, juga hebat dalam memainkan pisau untuk
memasak, selain ia juga terlalu jago menyobek urat lehermu kalau kau berani
macam-macam dengan keluarga kami. Coba saja kalau kau tidak percaya.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Bungi. Adiku. Ia perempuan bertubuh kecil namun cerewetnya ya
ampun. Ia terlalu gemar mengomentari segala hal yang kulakukan tanpa jeda.
Bungi masih kelas dua SMP. Keahliannya, sejak SD ia sudah pandai melukis. Ibu memasukannya
mata jam tambahan ketika ia selesai sekolah sore hari, Bungi mendalami
ketrampilannya itu. Selain pandai melukis, teman lelaki Bungi juga banyak.
Teman yang ingin jadi pacar. <o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: 20.25pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Sudah tak terhitung anak lelaki
yang berkunjung ke rumah kami, dari yang membawa bunga sampai martabak coklat
yang enak. Ada semua. Tapi sayang semua anak lelaki itu ia tolak. Padahal
martabaknya enak. Bungi memang payah soal selera.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">“Tapi ini sama sekali enggak ada hubungannya dengan selera!”
katanya memprotes kepadaku..<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">“Ya, paling enggak kan kau bisa ambil aja martabak itu, lumayan,
lalu menyuruh calon pacarmu pergi. Dan kembali lagi besok!” Kataku. “Dan jangan
lupa bawa martabak telor. Bosen martabak manis mulu!”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">“Mana bisa begitu, Tas!” Bungi kesal. Nada bicaranya kesal. <o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">“Memangnya kenapa enggak bisa?” tanyaku.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">“Pokoknya enggak bisa. Seleraku enggak sepertimu. Titik.” Bungi
melemparkan batang kuas lukis ke arahku.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Aku
menghindari serangannya dengan buku yang sedang kubaca. </span><em style="box-sizing: border-box; font-weight: inherit; outline: 0px;"><span style="border: none 1.0pt; color: #666666; font-family: "inherit" , "serif"; font-size: 13.5pt; padding: 0cm;">Cing! </span></em><span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">(Terdengar dua benda tajam saling
bertumbukan) Macam drama saja.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">“Sudah. Sudah. Jangan ribut melulu,” Ibu mentengahi kami.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Di rumah hanya ada aku, Bungi dan Ibu. Kayas sudah tinggal
bersama suaminya, satu kilometer dari rumah kami. Setelah pernikahan Kayas
dengan juragan lele itu, dan aku lulus kuliah, beban keluarga menjadi lebih
sedikit ringan. Jadi Ibu sudah mulai mengurangi kerja kerasnya selama ini. Lagi
pula Ibu sudah tua. Dan aromanya juga tak jauh-jauh dari minyak kayu putih. <o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Hanya tinggal Bungi sebagai tanggungan keluarga. Tapi
kadang-kadang, Bungi meskipun masih ingusan, juga sudah bisa menghasilkan uang
sendiri—lewat ketrampilannya melukis. Ia melukis dan menjual lukisannya itu di internet.
<i>On line</i>. Dan sejak ia meniti karir
itu (<strike>ceileh meniti karir?</strike>) di bidang yang digelutinya sejak SMP, Anak SMP itu
jadi sudah jarang-jarang minta uang jajan pada Ibu.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: 20.25pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Setiap pukul tiga hingga lima
sore, saat Bungi les melukis, maka aku sebagai satu-satunya anaknya yang
tersedia di rumah adalah tugasku membantu Ibu, mengantarkan dan menjemput <i>loundry</i>-an ke pelanggan-pelanggan
kami. Aku berangkat dengan sepeda motor bututku, peninggalan Ayah, yang
sudah kumodifikasi.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: 20.25pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Sepeda motorku beroda tiga
bercat kuning, dengan bagasi super besar, yang bisa memuat tiga ekor anak
kambing sekaligus. Tapi kata Bungi, sepeda motorku justru lebih kendaraan
pengangkut sampah. Sialan memang anak itu.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Tapi kalau kupikir-pikir pendapatnya benar juga. Kenapa aku <i>enggak</i> kepikiran sampai situ. Aku menonyor kepalaku
sendiri. Dan dua hari lalu dengan uang modal dari Bungi, aku membeli cat
semprot dan mengganti warna sepeda motorku dengan warna biru langit.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">“Jangan mengecewakan uang hasil kerja kerasku,” ujar Bungi
sambil memasukan beberapa lembar uang ke dalam saku kemejaku.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Lantas Bungi menarik sepeda keranjagnnya, berangkat ke sekolah
pagi itu. <o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Sebelum Bungi memiliki sepeda sendiri, Anak SMP itu berangkat
sekolah dengan jalan kaki. Aku pernah mengajukan bantuan untuknya, mengantarnya
ke sekolah, tapi ia menolak. “Enggak, Tas! Lebih baik aku mengililingi separuh
Bumi, jalan kaki, ketimbang duduk di belakang bak motormu! Aku bahkan enggak
bisa membayangkan ekspresi wajah seluruh temanku-temanku di kelas, jika mereka
tahu, aku punya Kakak yang mengendari sepeda motor yang mirip pengangkut sampah!”
ujarnya.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: 20.25pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Seharian aku sibuk mengecat
sepeda motorku itu, mengamplasnya dengan detail dan menyemprotkan warna biru
langit ke setiap bagian yang bisa kujangkau.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: 20.25pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Pukul satu siang, Bungi pulang
dengan sepedanya dan ia tersenyum padaku sambil menepuk-nepuk pundak belakang,
seolah mengatakan, “Kerja bagus, Dude!”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: 20.25pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Namun keesokan harinya lagi,
saat aku membuka pintu bagasi samping rumah, ingin memanaskan sepeda motorku
itu, aku merasa ada yang hilang. Sepeda motorku seperti hilang, meski ia ada di
sana. Sepeda motorku seperti bukan sepeda motorku, jika ia tidak berwarna
kuning. Ada perasaan aneh dalam diriku yang tidak dapat dijelaskan.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Perasaan seperti saat kau sedang terserang perasaan cinta. Saat
pasanganmu yang selama ini kau kenal sepanjang hidupmu, berubah. Ia mendadak
berubah dalam semalaman saja. Seperti tidak seperti kemarin. Seperti tidak
seperti dulu lagi. Seperti bukan milikmu lagi. Semacam itulah kalau boleh
digambarkan dengan kata-kata.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Aku sudah bersama, Wibi—nama sepeda motorku—selama kurang lebih
6 tahun. Namun tiba-tiba ia berubah, menjadi sesosok yang tak kukenal. Aku
betul-betul merasa nelangsa dan kehilangan.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Maka dengan modal sisa uang yang diberikan oleh Bungi tempo
hari, dan sedikit melubangi celengan babiku, aku mengecat Wibi lagi.
Mengembalikan warnanya seperti semula.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Setelah selesai, Ibu berkomentar, “Kau sepertinya senang dengan
warna kuning ya?”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Dan
disusul dengan pertanyaan berikutnya dengan bunyi </span><em style="box-sizing: border-box; font-weight: inherit; outline: 0px;"><span style="border: none 1.0pt; color: #666666; font-family: "inherit" , "serif"; font-size: 13.5pt; padding: 0cm;">kring-kring</span></em><span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;"> dari sepeda Bungi, sepuluh menit
kemudian saat ia pulang sekolah. “Astaga. Tas… Apa yang sedang kau lakukan?”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">“Aku hanya sedang mengembalikan citra sepeda motorku kembali!
Aku merasa dia pasti menderita telah menjadi benda lain!”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">“Jangan
sekarang, Tas. Jangan gunakan perasaan itu lagi!” katanya. “Kamu ini </span><em style="box-sizing: border-box; font-weight: inherit; outline: 0px;"><span style="border: none 1.0pt; color: #666666; font-family: "inherit" , "serif"; font-size: 13.5pt; padding: 0cm;">baperan</span></em><span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;"> ih!”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">“Biarin!” Kataku.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">“Kalo begitu kembalikan uangku!” Bungi memukul lenganku. “Sini!”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Mendengar keributan di luar rumah, Ibu datang, seperti biasa
mempetengahkan kami. “Sudah. Sudah. Kalian ini berantem teruuus!”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">“Atlas nih, Bu,” Bungi melotot ke arahku sambil menggelembungkan
pipinya. “Masa cuma warna motor aja ampe kepikiran mantan!”<o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Aku diam saja.</span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , sans-serif; font-size: 13.5pt;">“Sudah, Bungi! Cepat masuk. Ganti baju dan makan siang!”</span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 20.25pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 13.5pt;">Bungis lewat di depanku, sambil melotot, memukul lengaku sekali
lagi sebelum masuk ke dalam rumah... <o:p></o:p></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<em style="box-sizing: border-box; outline: 0px;"><span style="border: none 1.0pt; color: #666666; font-family: "inherit" , "serif"; font-size: 13.5pt; padding: 0cm;">bersambung...</span></em></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="background-color: transparent;"><br /></span></div>
<div style="background: white; box-sizing: border-box; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; outline: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="background-color: transparent;"><span style="color: #666666; font-family: "arial" , sans-serif;"><span style="font-size: 18px;">[AW]</span></span> </span><br />
<span style="background-color: transparent;"><br /></span>
<span style="background-color: transparent;">Baca juga tulisan kami lainnya di <a href="http://ommoco.blogspot.co.id/2017/04/mata-bidadari.html">sini</a></span></div>
Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-64779864752667879582017-04-24T16:05:00.000-07:002017-04-25T17:58:31.393-07:00Rainbow Rowell<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; line-height: 150%;"><i>Ini tidak akan terjadi. Kita akan tetap
tinggal di California. Kau membencinya. Tapi kau menanam alpukat sendiri. Jadi
itu cukup hebat. <span style="font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i><br /></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i>Kau menyukai rumah kita. Kau yang memilih
warna catnya. Kau bilang rumah kita mengingatkanmu pada rumah yang nyaman—ada sesuatu
tentang perbukitan, atap yang tinggi dan hanya satu kamar mandi.<o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i><br /></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i>Kita dekat dengan laut—cukup dekat—tapi kau
tidak membencinya. Tidak seperti dulu. Kadang-kadang kukira kau menyukainya. Kau
mencintaiku di tepi laut. Dan kedua anak kita. Kaubilang laut membuat kami
terlihat lebih manis. Membuat pipi kami bersemu pink, dan membuat rambut kami
ikal. <o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i><br /></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i>Dan, Neal, kalau kau tidak kembali padaku,
kau tidak akan pernah melihat bahwa kau adalah ayah yang sangat baik. </i></span><i style="font-family: cambria, serif; font-size: 12pt;">Itu tidak akan sama kalau kau punya anak dari
perempuan lain yang lebih baik, karena anak-anakmu bersamanya bukan Alice dan
Noomi. Walaupun aku bukan pasangan yang sempurna, tapi mereka adalah anak-anak
yang sempurna. Ya Tuhan, kalian bertiga. Kalian bertiga.</i><br />
<i style="font-family: cambria, serif; font-size: 12pt;"><br /></i>
<i style="font-family: cambria, serif; font-size: 12pt;">Ketika aku bangun setiap minggu pagi—bangun siang,
karena kau selalu membiarkanku tidur lebih lama—aku mencarimu, dan kau sedang
berada di halaman belakang dengan tanah yang mengotori lututmu bersama dua
gadis kecil yang mengelilingimu dalam orbit yang sempurna. Lalu kau mengucir rambut
mereka dengan kucir dua, serta membiarkan mereka memakai pakainan aneh apa saja
yang mereka mau. Lalu Alice akan menanam pohon koktail buah, dan Noomi akan
memakan seekor kupu-kupu. Mereka mirip denganku karena mereka bulat dan
keemasan, tapi percayalah mereka berkilau untukmu.</i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i><br /></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i>Lalu kau membangun meja piknik untuk kita. Lalu
kau belajar memanggang roti. Lalu kau melukis mural di semua dinding yang
menghadap ke laut.<o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i><br /></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i>Itu semua tidak buruk. Aku janji. Aku
bersumpah padamu.<o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<i style="font-family: cambria, serif; font-size: 12pt;"><br /></i>
<i style="font-family: cambria, serif; font-size: 12pt;">Mungkin kau tidak selalu dan sungguh-sungguh
bahagia selama tujuh puluh sampai delapan puluh persen dari waktumu, tapi
mungkin bagaimanapun juga kau tidak akan pernah sebahagia itu. Dan sekalipun
kau merasa sangat sedih, Neal—sekalipun kau tidur di sisi lain tempat tidur—kurasa
kau juga bahagia. Tentang berbagai hal. Tentang beberapa hal. Aku janji, ini
akan terlihat baik untukmu.</i><span style="font-family: "cambria" , serif; font-size: 12pt;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="color: blue;">*Rainbow Rowell</span></span><br />
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="color: blue;">Tinggal di Nebraska dengan suami dan anak laki-lakinya.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="color: blue;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "cambria" , serif;">Karena sampai sepagi ini, saya tidak mampu menuliskan apa-apa, akhirnya saya putuskan untuk mengunggah tulisan ini untuk kalian. </span><span style="font-family: "cambria" , serif;">[AW]</span><br />
<span style="font-family: "cambria" , serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "cambria" , serif;">Baca juga tulisan kami di <a href="http://ommoco.blogspot.co.id/2017/04/mata-bidadari.html">sini</a></span></div>
Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-26337756423312312202017-04-24T07:27:00.001-07:002017-04-24T16:43:57.858-07:00Mata BidadariMata Bidadari<br />
<br />
Pagi tengah hening bertasbih, disaksikan ribuan malaikat seperti biasa. Jarum jam bergerak lambat kemudian bergulir lembut ke waktu dhuha yang hangat.<br />
<br />
“Selamat pagi!”<br />
<br />
Uhuk! Aku hampir menelan cangkir kopiku ketika melihat Alya berbeda dari biasanya. Selama dua puluh dua tahun aku memang belum pernah melihatnya melepaskan hijab. Kuperhatikan malah semakin panjang, saat dia memutuskan bersedia tinggal seatap kamar bersamaku.<br />
<br />
“Tak disangka pas musim penghujan, kebetulan mesin cuci rusak. Ini pasti hari mencuci baju,” godaku.<br />
<br />
Bias merah membingkai wajah ayu Alya. Sebenarnya bukan istriku yang salah. Kadang kala sekali waktu, jika tengah menjadi suami khilaf, aku membelikannya baju rumah. Mungkin dress gold akan cocok di kulit coklatnya, syukurlah jika tidak kebesaran di tubuhnya yang ramping. Astagfirlahhalazim, tentu saja, aku tidak ingin sengaja melihat kakinya yang jenjang. Apapun itu, aku hanya bisa mengucapkan, Masya Allah ternyata aku memiliki kekasih cantik.<br />
<br />
“Yusuf! Lebih baik lihat dirimu. Aku tak menangkap ada warna kemeja serasi dengan dasinya. Kenapa seleramu terhadap keindahan sangat buruk?” tegurnya. Kutebak untuk mengalihkan perbincangan seperti biasa.<br />
<br />
“Memang. Andai kamu mengurusku sedetail saat aku masih ada di taman kanak-kanak,”<br />
jawabku asal. <br />
<br />
Alya tertegun. Jangan bilang aku sudah secara tak sengaja membicarakan hal yang membuatnya tertekan.<br />
<br />
“Biar kuambilkan,” ucapnya, seraya bangkit, masuk ke kamar kemudian kembali membawa dasi baru.<br />
<br />
Dia menukar dasiku dengan penuh kesabaran, masih tanpa sepatah kata. Lututkulah yang gemetar, persis bersama debar jantungku. Benarkah aku sedang jatuh cinta pada Alya? Padahal dia selalu memunggungiku saat tidur dengan membawa rasa bersalahnya.<br />
<br />
Anganku terhempas ke masa lalu. Tepat saat Alya untuk pertama kalinya marah padaku. Aku hanyalah pemuda dua puluh tahun yang keras kepala saat itu.<br />
<br />
“Dari jaman primitif hingga modern peradaban memang berkembang. Tapi etika dan norma selalu konsisten. Apa yang akan dikatakan dunia, jika Yusuf menikahi Kakak? Aku yang memberimu nama, menggendongmu kemana-mana bahkan kamu sering mengompol di bajuku. Sungguh itu tidak pantas.”<br />
<br />
“Kita tidak sedarah,” jawabku bersikeras. <br />
<br />
“Cukup! Kamu hanya kasihan pada wanita tiga puluh tahun yang masih sendiri,”<br />
tolaknya. <br />
<br />
“Jika itu masalah umur. Kenapa kita tidak melihat Baginda Rasul yang menikahi Khadijah, padahal usia beliau terpaut jauh?”<br />
<br />
“Hatimu tidak sesempurna beliau. Mungkin aku akan tua lebih dulu, lupa padamu dan pada diriku sendiri.”<br />
<br />
“Bahkan jika kamu mulai lupa tempat buang air, akulah yang akan mengurusmu,” jawabku yakin.<br />
<br />
Itu pertama kali aku melihatnya menangis di hadapanku. Sesulit apapun hidup kami, dia selalu merahasiakan air matanya dariku. Hanya Allah yang tahu, kenapa pernikahan ini sampai terjadi.<br />
<br />
“Yusuf!” aku terhenyak, kembali ke masa depan.<br />
Itu tempat di mana aku dan Alya telah membina rumah tangga, meski dengan berbagai penyesuaian. <br />
<br />
“Iya?”<br />
jawabku gugup. <br />
<br />
***<br />
<br />
“Yusuf,” panggil Alya lirih.<br />
<br />
“Itu aku. Apa yang kamu harapkan saat memberi nama pada bayi malang yang kamu temukan di depan pintu rumahmu? Dia bahkan dicampakkan oleh orang tuanya.”<br />
<br />
"Dia akan jadi manusia terpuji, meneladani Rasul. Jadi aku memberimu nama depan Muhammad. Tentu saja kamu akan jadi pria sholeh, dan kuputuskan itu merupakan nama tengahmu. Sedangkan nama belakangmu, kuberikan karena kamu bayi yang sangat tampan.”<br />
<br />
“Muhammad Sholeh Yusuf. Itu indah, Sayang. Terimakasih.”<br />
<br />
Aku mengecup keningnya pelan. Memeluk tubuhnya yang sudah rapuh dan sepertinya kesakitan.<br />
<br />
“Kamu masih sakit?”<br />
<br />
“Mungkin orang yang sudah tua, akan sering merasakan sakit seperti ini,” jawabnya pasrah.<br />
<br />
“Bersabarlah. Kamu tahu ada empat malaikat yang mendatangi orang sakit? Salah satunya mengambil dosa-dosanya. Begitu orang tersebut sehat, dia menjadi bersih."<br />
<br />
“Aku tahu, tapi aku mulai kawatir datang malaikat ke lima."<br />
<br />
Mulutku tercekat. Aku tak bisa menahan air mataku terjatuh kemudian memeluknya semakin erat.<br />
<br />
“Kenakan baju serasi, aku suka melihatmu rapi. Aku sempat menulis semua resep bumbu dan kutempelkan di kulkas, sementara kamu sendiri. Hindari terlampau banyak minum kopi, jangan pernah sentuh rokok. Jagalah kesehatan, aku mencintaimu.”<br />
<br />
“Kamu boleh mengingatkanku setiap hari, aku juga mencintaimu,” balasku.<br />
<br />
Lama-lama dia diam. Itu membuatku cemas. Mata beningnya mendadak menatapku akrab, penuh cinta kasih. Itu seperti kenangan yang kumiliki saat kecil.<br />
<br />
Tiba-tiba dia berbisik, mengucapkan dua kalimat syahadat, menyusul senyum tipis bersama ekspresi penuh kedamaian khas Alya. Terlambat kusadari, kalau itu untuk terakhir kalinya. <br />
<br />
Innalillahiwainnaillaihirojiun. Mendung di atas dermaga mendadak berarak-arak pagi ini. Turunlah gerimis. Langit ternyata turut bersedih, menemani kepergian bidadari masa lalu sekaligus masa depanku. Alya El Firas.<br />
<br />
Trenggalek, 10 Februari 2016<br />
By: [RD]Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2899698290128515641.post-69526326663838956902017-04-24T06:19:00.001-07:002017-04-24T06:19:26.198-07:00Jodoh TerakhirJodoh Terakhir<br />
<br />
Menurut novel yang pernah gue baca, kalau tak salah ingat berjudul 'Hidup Ini' yang ditulis oleh penulis gagal dan gaje, Rini Dwi. Bahwa di antara kegelisahan yang dialami para jomblo adalah diciptakannya acara bernama reuni. Entah anugerah atau musibah, Tuhan mendadak memberi solusi. Yaitu di hari yang sama, gue diberi kehormatan untuk datang ke pernikahan mantan.<br />
<br />
Oke. Kalau boleh jujur, gue milih dateng ke acara pertama. Atau sekalian nggak datang ke keduanya. Nyempil di ruang tivi sambil ngemil, lalu nonton movie bergenre romantis sad ending, yang bikin gue punya alasan untuk nangis-nangis. Namun apa daya, gue cuma salah satu jomblo yang terikat kontrak dengan wedding planner.<br />
<br />
"Everybody, pada hitungan ketiga. Please kalian bilang, cheese. Satu, dua, tiga!"<br />
<br />
"Cheese!"<br />
<br />
"Next, yang gokil ya! Dalam hitungan ketiga bareng-bareng teriak, tempeeee! Satu, dua, tiga."<br />
<br />
"Tempeeeee!"<br />
<br />
Dan tibalah pada detik mendebarkan. Di saat gue harus mengabadikan momen cinta kasih antara mereka berdua. Pasangan Nanang Firmansyah dan mantan gue Nasanti. Dipersatukan dalam ikatan suci dan sakral bernama pernikahan. Sungguh gue bisa bilang, ini dramatis sekali. Sumpah. <br />
<br />
Sepulang dari acara tersebut, gue berjalan dengan tatapan nanar. Memandang selusin pasangan lalu lalang di jalan. Terdiam bagai batu karang yang tak keberatan disapu ombak di lautan. Sampai gue mendapati nyokap di halaman. <br />
<br />
"Assallamuallaikum, Linggar pulang."<br />
<br />
"Waallaikumsalam, pucat amat," tegur nyokap. Kontan beliau cek jidat gue.<br />
<br />
"Mah? Linggar dah besar kali," protes gue.<br />
<br />
"Astagfirllahhalazim. Kok panasnya persis kayak pantat panci Mama, yang baru diangkat dari kompor."<br />
<br />
Ya Mam! Andai Mama tahu, mungkin begitulah jika seseorang baru dibakar habis oleh api cemburu. <br />
<br />
***<br />
<br />
Selanjutnya gue terus-terusan sakit. Mama minta gue chek up pertama kali ke bidan sebelah rumah. Heran, disangkanya gue hamil kali, perkara pusing dan mual. Karena belum sehat, gue berinisiatif ke dokter umum. Katanya tak apa, akan diberi obat. Jika belum sembuh, maka diminta balik untuk evaluasi lanjut.<br />
<br />
Harapan kesehatan gue makin pupus. Bahkan gue diseret ke dokter spesialis. Karena pusing Mama ngira gue kelainan mata. Ternyata tidak, mata gue baik. Begitu khawatirnya nyokap, akhirnya sampailah kami ke dokter neuro. Gue harus jalani serangkaian tes menyeramkan untuk diri gue pribadi. Semua juga menyatakan gue baik dan sehat. Meskipun kadang miring, isi kepala gue tetap otak yang cerdas dan kreatif seperti biasa. Tak ada kata selain, Alhamdulillah.<br />
<br />
Entah, takdir apa yang tersurat dan tersirat pada selembar daun jatuh. Hingga gue terbawa sakit sampai sekarang. Jujur saja, meski gue belajar iklas tapi tetep agak bingung, sebenarnya Tuhan sedang menuntun gue ke jalan mana.<br />
<br />
"Ini kemana lagi, Ma?" tanyaku pas kami berhenti di sebuah rumah.<br />
<br />
Tak ada plakat dokter di depannya. Gue berpikir mungkin sedang rusak. <br />
<br />
"Usaha terakhir. Kali ini, Linggar masuk sendiri," ucap Mama mencurigakan. Aneh, tak biasanya. <br />
<br />
Deg. Entah mengapa jantung gue berdebar-debar. Saat seorang wanita datang menyambut gue ramah. Gue masih berharap dia seorang ahli gizi. Kenyataannya, gue jadi ceking karena kurang makan saat ini. Nah, gue jadi mikir dia orang yang tepat.<br />
<br />
"Pak Linggar?"<br />
<br />
"Mas," jawab gue mengoreksi.<br />
<br />
Wanita itu pun tersenyum misterius. Serius, dia memang memesona, bagai cahaya bulan yang bersinar di tengah kegelapan malam. Ya, tepatnya kegelapan hati gue. Yang merana akibat patah hati dan menjalani hidup seperempat abad seorang diri. <br />
<br />
"Mas Linggar, saya Arini. Kita disarankan untuk saling menyapa dan berbagi. Mungkin sebagai teman."<br />
<br />
"Teman hidup?" tanya gue iseng.<br />
<br />
"Teman berbagi cerita," jawabnya kalem.<br />
<br />
"Anda psikiater?" tanya gue mulai paham.<br />
<br />
"Hemm, saya tidak pernah mengambil kedokteran apalagi spesialis kejiwaan. Hanya dari psikologi," jawabnya terlihat sungkan.<br />
<br />
"Oh, psikolog? Kebetulan nih. Tolong! Yap, sekali lagi tolong bantu perbaiki beberapa bagian hati saya yang penuh luka, Bu. Dipersilakan," jawab gue sinting.<br />
<br />
Trenggalek, 5 maret 2016<br />
By: [RD]Omah Mocohttp://www.blogger.com/profile/07143708987525367251noreply@blogger.com0